Revolusi Mobil Listrik di China: 60% SPBU Tutup, Industri Otomotif Global Terguncang
Revolusi Mobil Listrik di China: 60% SPBU Tutup, Industri Otomotif Global Terguncang--ist
Gelombang Hijau Menghantam Pom Bensin
SILAMPARITV.CO.ID - Di tengah ambisi global menuju nol emisi, China — sebagai raksasa otomotif dan pemimpin pasar mobil listrik dunia — mengalami transformasi radikal: lebih dari 60% stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di negara itu telah tutup. Data mengejutkan ini diungkapkan langsung oleh Wakil Menteri ESDM Republik Indonesia, Yuliot Tanjung, dalam sebuah diskusi publik. Fenomena ini bukan sekadar pergeseran tren, tapi bukti nyata dampak revolusi energi bersih terhadap infrastruktur konvensional. Ketika masyarakat beralih dari mesin pembakaran internal ke kendaraan listrik, kebutuhan akan bensin dan solar pun merosot drastis — dan SPBU menjadi korban pertama dari gelombang perubahan ini.
BACA JUGA:4 Manfaat Minum Air Kelapa Setiap Hari bagi Kesehatan, Nggak Main-Main Khasiatnya
Dampak Berantai: Dari SPBU ke Kilang Minyak Global
Penutupan massal SPBU di China bukanlah akhir dari cerita. Yuliot Tanjung memperingatkan bahwa efek domino akan terus bergulir hingga ke industri kilang minyak global. “Perubahan penggunaan energi ini akan berdampak pada kilang-kilang secara global,” ujarnya. China tidak hanya mengadopsi mobil listrik untuk kendaraan pribadi, tapi juga telah mengintegrasikannya ke dalam transportasi umum, truk angkutan berat, hingga kapal laut. Transisi ini mengurangi permintaan minyak mentah secara signifikan, memaksa kilang-kilang di seluruh dunia mengevaluasi ulang kapasitas produksi dan model bisnis mereka.
BACA JUGA:Sukma (2025): Teror dari Cermin Kuno dan Luka Masa Lalu
BACA JUGA:Marc Marquez Kuasai Misano: Comeback Gemilang, Selangkah Lagi Raih Mahkota Juara Dunia MotoGP 2025
Indonesia di Persimpangan Jalan: Antara EV dan Energi Terbarukan
Sementara China memilih jalur full-EV (Electric Vehicle), Indonesia justru mengambil pendekatan yang berbeda — kebijakan “campur sari” berbasis energi baru dan terbarukan (EBT). Menurut pengamat otomotif dari ITB, Yannes Pasaribu, kebijakan ini lebih realistis mengingat kekayaan alam Indonesia. “Thailand fokus ke EV, tapi mereka minim nikel dan lithium. Indonesia punya cadangan nikel terbesar di dunia. Thailand tidak punya sawit, Indonesia produsen sawit terbesar,” jelas Yannes. Dengan demikian, Indonesia bisa mengembangkan biofuel berbasis sawit, green hydrogen, dan baterai berbasis nikel sebagai alternatif selain mobil listrik murni.
BACA JUGA:5 Minuman Sehat untuk Diet Intermittent Fasting Selain Air Putih
BACA JUGA:Mama: Pesan dari Neraka (2025) – Teror Psikologis dari Pesan Teks yang Menghantui
Ancaman bagi Industri Komponen: 45% Pabrik Mesin Konvensional Terancam Bangkrut
Revolusi ini juga membawa badai bagi industri komponen otomotif. Yannes Pasaribu memperingatkan bahwa sekitar 45% industri komponen di Indonesia — khususnya yang memproduksi suku cadang mesin pembakaran internal — akan tutup secara bertahap dalam beberapa tahun ke depan. Para pemasok tier 2 dan tier 3 sudah mulai membahas strategi bertahan sejak dua tahun lalu. Solusinya? Transformasi dan adaptasi. Produsen komponen harus beralih memproduksi part untuk motor listrik, sistem baterai, atau teknologi EBT lainnya — atau menghadapi kepunahan.
BACA JUGA:Kasus Bullying Kembali Terjadi, Siswi MTs di Donggala Jadi Korban.
Sumber: