Kisah ini menyentuh hati Imam Santoso, dosen ITB sekaligus influencer pendidikan. Imam datang langsung ke rumah Margaret di Kupang, terbang dari Jakarta, bersama Dr. Sudibyo, dosen legendaris dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI.
BACA JUGA:Soal Pendidikan Pancasila Kelas 3 SD/MI Semester 1 Kurikulum Merdeka Bab 2: Aku Patuh Aturan
BACA JUGA:Sabrina BRI, Bantu Nasabah Mendapatkan Informasi dan Layanan Perbankan Secara Cepat dan Mudah
Dr. Sudibyo yang juga Kepala Subdirektorat Minat Bakat Mahasiswa UI dan pendiri Vocademia (Vocal Group UI), turut hadir menyerahkan beasiswa dari Paragon Corp, termasuk uang tunai dan laptop.
"Karena tidak ada mimpi yang terlalu besar untuk seseorang atau pemimpi yang terlalu kecil," tulis Imam Santoso lewat media sosialnya.
BACA JUGA:Gaji Melalui BRI, Hidup Lebih Mudah: Kisah Nurul Aina, Nasabah Bank Rakyat Indonesia
BACA JUGA:BRI Salurkan KUR Rp83,38 triliun, Pertanian Jadi Motor Utama
Cemoohan Tak Berhenti, Tapi Margaret Tak Gentar
Ironisnya, setelah kabar kelulusan menyebar, Margaret kembali mendapat cibiran. Kali ini datang dari tetangga.
“Setiap hari dibilang ‘Miskin banyak gaya kuliah di Jawa’. Katanya ada anak pejabat saja gagal, apalagi kami yang miskin,” ujar Margaret dengan mata berkaca-kaca.
Namun, semua itu kini hanya jadi bayangan masa lalu. Margaret telah membuktikan bahwa mimpi tak mengenal status sosial, dan kemiskinan bukan alasan untuk menyerah.
BACA JUGA:Lubuklinggau Berduka: Pelajar Tewas Tersambar Kereta, 3 Teman Selamat Lompat ke Kolong.
BACA JUGA:Drama Rumah Tangga Viral: Saat Takdir dan Rahasia Menghancurkan Cinta
Harapan Baru dari Kupang untuk Indonesia
Kisah Margaret adalah potret harapan dan keteguhan hati. Ia membungkam keraguan banyak orang, bukan dengan amarah, tapi dengan prestasi dan tekad baja.
Dari rumah kayu sederhana di Kupang, Margaret kini menatap masa depan sebagai mahasiswa Psikologi UI—dan mungkin kelak, seorang psikolog atau aktivis pendidikan yang membukakan jalan bagi generasi berikutnya.