Namun, sejumlah ekonom mempertanyakan keberlanjutan dari pendorong-pendorong ini. Mereka menilai bahwa kenaikan belanja pemerintah mungkin bersifat temporer, terutama terkait proyek-proyek infrastruktur dan belanja pemilu, sementara investasi yang tumbuh bisa jadi merupakan efek rebound dari penundaan proyek di kuartal sebelumnya.
“Ini bisa jadi anomali jangka pendek akibat penyesuaian data atau seasonal adjustment yang terlalu agresif. Bukan pertumbuhan yang berkelanjutan secara fundamental,” kata Faisal Basri, ekonom Universitas Indonesia.
BACA JUGA:Mengetahui Fungsi dan Karakteristik Ilustrasi untuk Illustrator Pemula
BACA JUGA:Sinopsis Lengkap The Bad Guys 2: Veteran Geng Kriminal Kembali Beraksi dengan
Ketimpangan dan Ketergantungan Struktural
Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini tidak merata. Sebagian besar kontribusi berasal dari wilayah-wilayah perkotaan besar seperti Jabodetabek dan Surabaya, sementara daerah-daerah di luar Jawa dan kawasan timur Indonesia masih tertinggal.
Ketergantungan ekonomi terhadap belanja pemerintah juga menjadi catatan penting. Jika pendorong utama adalah anggaran negara, maka pertumbuhan ini rentan terhadap perubahan kebijakan fiskal dan tidak mencerminkan kekuatan sektor swasta yang sehat.
“Ekonomi kita tumbuh, tapi rapuh. Jika belanja pemerintah berkurang, maka potensi kontraksi kembali mengintai,” tambah ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira.
BACA JUGA:FloatFit: Olahraga Air Unik yang Diprediksi Jadi Tren di Tahun 2017
BACA JUGA:Roblox Dilarang Mendikdasmen karena Bahaya Kekerasan dan Konten Dewasa bagi Anak-anak
Pertumbuhan vs Kesejahteraan: Mana yang Lebih Penting?
Pertumbuhan ekonomi 5,12 persen memang angka yang mengesankan secara statistik. Namun, pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah: apakah pertumbuhan ini dirasakan oleh rakyat kecil?
Fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Harga-harga kebutuhan pokok masih tinggi, upah riil belum pulih, dan banyak UMKM yang kesulitan bertahan. Lapangan kerja tumbuh, tetapi didominasi oleh pekerjaan informal dan kontrak jangka pendek.
Artinya, pertumbuhan ekonomi belum bertransformasi menjadi peningkatan kesejahteraan yang inklusif.
Ke Depan: Perlu Kebijakan yang Lebih Mendalam
Para ekonom menyarankan agar pemerintah tidak terlena dengan angka pertumbuhan semata. Fokus harus beralih ke: