SILAMPARITV.CO.ID - Bioskop tanah air kembali diramaikan dengan kehadiran film horor asal Korea Selatan berjudul The Cursed, garapan sutradara Hong Won-ki. Film ini bukan sekadar tontonan menyeramkan yang dipenuhi dengan teriakan dan jump scare, melainkan pengalaman sinematik yang berhasil membangun ketegangan dan rasa takut secara perlahan, halus, dan mencekam. The Cursed mengusung format antologi dengan lima kisah berbeda, namun saling terhubung melalui benang merah yang sama: manusia dan obsesinya terhadap hal-hal yang gelap, terlarang, dan penuh dosa.
Kisah pertama berfokus pada Mi-yeon (Solar), seorang penulis muda yang datang ke sebuah desa terpencil setelah mendengar kabar tentang pohon keramat penjaga desa yang dirusak. Ia berniat menulis kisah mistis di sana, namun yang ditemuinya justru jauh lebih mengerikan. Setelah pohon itu tumbang, satu per satu penduduk desa tewas dengan kondisi mengenaskan — bunga aneh tumbuh dari tubuh mereka. Dalam suasana yang dingin dan penuh rahasia, Mi-yeon mulai menyadari bahwa sesuatu yang jahat telah terbangun, dan ia mungkin menjadi korban berikutnya.
BACA JUGA:Review Film “Getih Ireng”: Teror Santet yang Beda, Mistis Lokal dalam Balutan Horor Modern
BACA JUGA:Hari Santri Nasional 2025 di Lubuk Linggau, Santri Rayakan Dengan Aksi Positif dan Berkah.
Kisah kedua membawa kita ke dunia modern dengan dua sahabat, Chae-won (Moon Chae-won) dan Eun-seo (Seo Ji-soo), yang terjebak dalam obsesi terhadap kecantikan. Mereka rela melakukan segala cara untuk mendapatkan wajah sempurna, bahkan hal-hal yang tak masuk akal. Namun, kesempurnaan yang mereka dambakan justru membawa malapetaka. Kisah ini menjadi sindiran tajam terhadap budaya obsesif akan standar kecantikan yang begitu kuat dalam masyarakat modern, terutama di Korea Selatan, di mana penampilan sering kali menjadi ukuran nilai diri seseorang.
Cerita berlanjut dengan kisah ketiga tentang Hee-jin (Seo Young-hee), seorang ibu yang rela melakukan ritual terlarang di pasar Gwisi demi anaknya, Soo-yeon (Bae Su-min), agar sukses di bidang akademik. Namun seperti pepatah lama: “Tidak ada transaksi dengan roh yang tanpa harga.” Permintaan yang dikabulkan justru menjadi kutukan. Hee-jin dan anaknya perlahan terperangkap dalam lingkaran setan yang semakin menjerat, memperlihatkan bagaimana kasih sayang seorang ibu bisa berubah menjadi obsesi yang berujung tragis.
BACA JUGA:Luna Maya Tampil Mencekam di Official First Look Film “Suzzanna: Santet Dosa di Atas Dosa
BACA JUGA:Trump Murka, Ultimatum Hamas Hentikan Kekacauan di Gaza.
Kisah keempat mengangkat sosok Dong-sik (Yoo Jae-myung), seorang detektif senior yang ingin menebus reputasinya yang ternoda. Ia terlibat dalam penyelidikan kasus misterius yang ternyata memiliki kaitan dengan kejadian-kejadian supranatural dari kisah sebelumnya. Bersama rekannya, Yoon-geon (Cha Sun-woo), Dong-sik harus menghadapi fakta bahwa kejahatan yang mereka kejar bukan sekadar kejahatan manusia — tetapi juga dosa-dosa masa lalu yang belum ditebus.
Bagian terakhir dari The Cursed menyorot Eun-jin (Son Juyeon), seorang pelajar internasional yang berambisi viral lewat konten horor di media sosial. Demi mendapatkan perhatian dan jumlah penonton tinggi, ia bersama teman-temannya melakukan ritual kuno bernama “Jendela Rubah”. Tapi seperti kisah klasik tentang rasa ingin tahu manusia yang berlebihan, tindakan sembrono mereka justru membuka gerbang menuju kematian.
BACA JUGA:Ameng Cs, Sindikat Narkoba Lintas Provinsi yang Lama Jadi Target Operasi Polisi Lubuklinggau.
Menariknya, The Cursed tidak mengandalkan penampakan hantu yang menakutkan atau efek kejut yang berlebihan. Film ini justru menonjolkan atmosfer dan tensi psikologis yang dibangun dengan sangat hati-hati. Suara langkah kaki, bayangan samar, dan cahaya temaram justru lebih efektif dalam menimbulkan rasa cemas dibandingkan sosok hantu yang tiba-tiba muncul di layar. Pendekatan ini membuat The Cursed terasa lebih “dewasa” dan menegangkan, karena ketakutan datang dari hal-hal yang tidak terlihat — sesuatu yang lebih dekat dengan realitas ketakutan manusia sebenarnya.
Salah satu kekuatan utama film ini adalah ritme dan tempo penceritaannya. Setiap bab memiliki durasi yang pas, memberikan waktu bagi penonton untuk memahami karakter dan atmosfer yang dihadirkan. Pace film ini terbilang konsisten dan jarang membuat bosan, meskipun di paruh akhir, intensitasnya meningkat cukup tajam hingga menuntut konsentrasi penuh agar tidak kehilangan benang merah cerita.
Dari sisi sinematografi, The Cursed tampil memukau dengan permainan warna yang dominan kelam — abu-abu, biru gelap, dan hitam pekat — yang menciptakan kesan muram dan menekan. Setiap frame terasa terkonsep, memperkuat rasa misteri dan ketegangan. Desain suara dan musik latar juga berperan besar dalam menciptakan suasana yang membuat bulu kuduk merinding tanpa harus menampilkan hal-hal vulgar.