Menurut Indro pemeriksaan PCR dan rapid test itu sederhana. Yang diperiksa adalah bagian ''pentol'' di paku virus itu. Biayanya hanya Rp 35.000/orang. Sedang sequencing DNA memeriksa bagian ''batang pentol'' di virus Covi
"Setiap kali varian baru muncul, yang berubah selalu di bagian pentol itu. Di ujung paku-paku itu," ujar Indro. Itulah sebabnya, rapid test selalu bisa mendeteksi virus Covid –tanpa tahu variannya apa.
Maka biar pun varian baru ini disebut siluman –-nama resminya BA2.75– masih juga tidak punya kesaktian silumannya. Tetap bisa dideteksi. Baik lewat PCR maupun rapid test. Itulah jenis siluman yang mudah ditangkap manusia. "Tidak usah takut berlebihan," ujar Indro. "Lha wong kode depannya tetap BA. Berarti siluman itu tetap kelompok omicron juga."
"Artinya, antibodi penyintas tetap bisa mengatasinya," tambah Indro. Antibodi penyintas adalah antibodi yang dimiliki orang yang pernah terkena Covid-19. "Antibodi dari vaksin Sinovac juga bisa mengatasi," katanya.
Prof Dr Chairul Anwar Nidom mulai mencurigai perkembangan anak-anak Omicron. "Ada temuan baru virus Covid-19 tidak mengikuti pola virus yang lain," ujar pemilik laboratorium dan lembaga penelitian Prof Nidom Foundation (PNF) itu.
Virus lain seperti flu, setelah masuk ke dalam sel memperbanyak diri. Lalu menerobos keluar sel sampai selnya pecah. Sel yang pecah itu yang bisa menimbulkan gejala seperti demam dan suhu tinggi.
"Virus Covid-19 ini belakangan merambat antar sel," ujar Prof Nidom.
Setelah virus itu memperbanyak diri di dalam satu sel ia tidak keluar dari sel. Maka itu tidak membuat sel rusak. Virus itu langsung masuk ke sel sebelahnya.
Demikian seterusnya.
Pola ini menyebabkan virus Covid-19 dapat menghindari antibodi. "Antibodi kan ada di luar sel," ujar Prof Nidom.
Itulah sebabnya orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apapun. Tidak ada sel yang rusak.
Untuk itu harus hati-hati membaca hasil deteksi PCR. Kalau pasien Covid-19 baru terlihat negatif setelah 20 hari juga karena itu.
PNF kini lagi meneliti dampak pertemuan antar varian Wuhan-Delta dan Omicron. Juga dengan sub variannya.
PNF lagi menyiapkan diri untuk meneliti akibat kombinasi antar varian itu.
"Kami sudah siap meneliti. Tapi belum punya jenis sel dari pertemuan antar varian itu. Kami lagi minta ke Jepang," ujar Prof Nidom. "Kami masih menunggu jawaban dari Jepang," katanya.
Indonesia, ujar Nidom, harus meneliti sendiri pertemuan antar varian itu. Bisa jadi perkembangan varian di Indonesia berbeda dengan negara lain.