Pertumbuhan Ekonomi RI 5,12 Persen di Kuartal II-2025: Euforia di Tengah Kondisi yang Masih Sulit
Pertumbuhan Ekonomi RI 5,12 Persen di Kuartal II-2025: Euforia di Tengah Kondisi yang Masih Sulit--ist
SILAMPARITV.CO.ID — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 mencapai 5,12 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), melampaui ekspektasi pasar yang hanya memperkirakan angka sekitar 4,50 persen. Angka ini juga lebih tinggi dari capaian kuartal sebelumnya yang sebesar 4,87 persen, sekaligus menandai perbaikan dari kontraksi 0,98 persen pada pertumbuhan kuartalan (quarter-to-quarter/qtq) menjadi ekspansi 4,04 persen.
Namun, di balik angka yang menggembirakan tersebut, terdapat kekhawatiran bahwa pertumbuhan ini justru merupakan anomali statistik yang tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi riil perekonomian nasional, terutama bagi pelaku usaha dan masyarakat luas yang masih merasakan tekanan ekonomi.
BACA JUGA:Sihir Pelakor: Teror Ilmu Hitam dan Luka Anak Broken Home dalam Film Horor Terbaru 2025
Lonjakan Tak Terduga, Tapi Apakah Realistis?
Pencapaian 5,12 persen langsung memicu euforia di kalangan pelaku kebijakan. Namun, bagi banyak ekonom dan pelaku pasar, angka tersebut terasa tidak sejalan dengan realitas lapangan. Di tengah daya beli yang masih tertekan, sejumlah sektor usaha yang kesulitan, serta perlambatan ekspor akibat kebijakan proteksionis negara mitra dagang, pertumbuhan sebesar itu terasa sulit dipercaya.
“Angka ini menimbulkan tanda tanya besar. Jika kita melihat dari sisi konsumsi rumah tangga—penopang utama ekonomi—data menunjukkan tren penurunan, bukan penguatan,” ujar Dr. Rizal Ramli, ekonom senior, dalam wawancara eksklusif.
Salah satu indikator kunci yang kontradiktif adalah penerimaan pajak konsumsi. Data Direktorat Jenderal Pajak menunjukkan, setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) justru anjlok 19,7 persen secara tahunan. Padahal, kedua pajak ini merupakan barometer langsung dari aktivitas konsumsi masyarakat.
Penurunan signifikan ini mengindikasikan bahwa konsumsi domestik sedang mengalami kontraksi, bukan ekspansi. Artinya, masyarakat cenderung menahan belanja, terutama untuk barang non-esensial, karena tekanan inflasi, pengangguran tersembunyi, dan ketidakpastian ekonomi.
BACA JUGA:Mengenal Seni Budaya: Pengertian, Sifat, dan Jenisnya yang Menyatu dalam Kehidupan
BACA JUGA:Rego Nyowo Viral! Film Horor Anak Kos Berlatar Malang yang Bikin Merinding Sekaligus Nostalgia
Faktor Pendorong: Rebound atau Manipulasi Data?
Lalu, dari mana asal pertumbuhan 5,12 persen itu?
Sumber: