Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Lubuklinggau Meningkat

Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Lubuklinggau Meningkat

LUBUKLINGGAU - Kasus kekerasan terhadap anak di Kota Lubuklinggau patut menjadi perhatian. Pasalnya dibandingkan dari tahun lalu, jumlah kasus kekerasan anak alami peningkatan. Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota Lubuklinggau, tahun 2021 ada 25 anak di Lubuklinggau yang menjadi korban kekerasan. 2022 alami peningkatan, ada 30 anak yang menjadi korban kekerasan. Dari dua tahun terakhir, ada 37 anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Bersumber dari DP3APM Kota Lubuklinggau, Kasus Kekerasan terhadap anak pada tahun 2021 sebanyak 25 anak, kasus KDRT 5 kasus,dan kekerasan seksual sebanyak 18 kasus, sedangkan untuk tahun 2022 kasus kekerasan terhadap anak meningkat menjadi 30 anak sedangkan KDRT sebanyak 4 Kasus, Kekerasan seksual sebanyak 19 kasus. Data ini cukup miris tentunya. Untuk itu Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota Lubuklinggau, Heri Suryanto melalui Kasi Perlindungan perempuan dan Anak Devi Riane menegaskan, tugas mereka lah melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan,. “2021 ada 25 kasus yang terdiri dari KDRT ada 5 kasus, kekerasan seksual ada 18 kasus dan perebutan hak asuh anak ada 2 kasus. Sedangkan tahun 2022 mengalami peningkatan ada 30 anak dengan kasus kekerasan seksual anak ada 19 kasus, Anjal ada 7 kasus dan KDRT ada 4 kasus. Devi menungkapkan untuk penyebabnya, seperti kasus kekerasan seksual biasanya anak itu tergiur diimingi-imingi uang, kebutuhan sendiri, dan faktor ekonomi. Sedangkan untuk kasus KDRT yakni faktor ekonomi dan beda pendapat sedangkan kekerasan terhadap anjal yakni kurang perhatian dari orang tuanya. Sedangkan penyelesaiannya lanjut Devi, ada yang selesai dengan mediasi apabila kasusnya ringan dan ada juga dengan pidana apabila kasus yang berat yang kita kerja sama dengan Kanit PPA Polres Lubuklinggau. “Bagi korban kita dampingi selama pemulihan, bekerja sama dengan psikolog yang ada di RS agar korban tidak depresi. Ini sangat penting,” ungkapnya. Meminimalisir kasus kekerasan terhadap anak, pihaknya selalu tekankan perlu adanya pemantau dari orangtua atau keluarga. Pola asuh keluarga ditanamkan sejak dini, kemudian diajarkan pendidikan dan agamanya. Lalu, berapa data Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) di Lubuklinggau ? Kapolres Lubuklinggau, AKBP Harissandi didampingi Kasat Reskrim, AKP Robi Sugara dan Kanit UPPA Aipda Christina Tupessy mengatakan untuk anak yang berhadapan dengan hukum baik pelaku dan korban di tahun 2020 ada 47 anak, kemudian menurun ditahun 2021 ada 36 anak . Ditahun 2022 kembali meningkat ada 54 anak yang harus berhadapan dengan hukum. Rata-rata anak yang berhadapan dengan hukum karena terlibat kasus pencurian, penyalahgunaan narkoba, persetubuhan, penganiayaan/kekerasan terhadap anak, dan baru-baru ini ada juga menjadi mucikari, perdagangan anak dibawah umu.. Penyebabnya juga bermacam-macam. Kurangnya bekal agama, ortunya broken home, ekonomi, salah pergaulan, jadi anak suka kebebasan dan tidak mau mendengar nasehat orang tua. “Kalau Restoratip justice (RJ) jika ancaman hukuman dibawah 7 tahun wajib diversi atau bagi pelaku anak-anak sedangkan kalau naik di proses hukum anak sebagai terlapor sesuai dengan undang-undang sistem peradilan pidana anak (UU Nomor 11 tahun 2012) dengan hukuman seperempat dari hukuman dewasa,” jelasnya. (linggaupso)

Sumber: