Pagar Laut Sebagai Solusi Abrasi dan Tsunami: Efektivitas dan Tantangannya

Pagar Laut Sebagai Solusi Abrasi  dan Tsunami: Efektivitas dan Tantangannya

Pagar Laut Sebagai Solusi Abrasi dan Tsunami: Efektivitas dan Tantangannya--ist

SILAMPARI.CO ID - Keberadaan pagar laut sebagai solusi untuk menahan abrasi dan tsunami kembali menjadi sorotan, terutama setelah munculnya fenomena pagar laut di beberapa daerah di Indonesia. Salah satu wacana yang muncul adalah pembangunan pagar laut sepanjang 30 kilometer yang diharapkan mampu melindungi wilayah pesisir dari ancaman abrasi dan tsunami. Namun, benarkah solusi ini efektif? Berikut ulasan berdasarkan pendapat para pakar.

Pagar laut, yang biasanya terdiri dari struktur bambu atau beton, dirancang untuk memecah gelombang, menahan sedimentasi, atau melindungi wilayah pesisir dari erosi. Struktur ini sering digunakan dalam proyek pengelolaan wilayah pantai, terutama di daerah yang rawan abrasi. Namun, efektivitas pagar laut dalam menghadapi bencana tsunami masih menjadi perdebatan.

BACA JUGA:Nikmati Diskon Tarif Listrik 50%, Begini Kata Warga Lubuk Linggau

BACA JUGA:Rapat Sosialisasi Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2025 Berjalan Lancar

Prof. Dr. Ir. Bambang Sutrisno, seorang ahli teknik pantai dari Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa pagar laut dapat membantu mengurangi dampak abrasi secara signifikan. “Struktur ini efektif untuk mengurangi kekuatan gelombang yang menghantam pantai dan meminimalkan kehilangan garis pantai akibat abrasi. Namun, untuk menghadapi tsunami, efektivitasnya sangat terbatas,” jelas Bambang.

Menurut Bambang, tsunami memiliki energi gelombang yang jauh lebih besar dibandingkan gelombang biasa. Tsunami tidak hanya membawa air laut tetapi juga material lain seperti pasir, batu, dan puing-puing yang bisa menghancurkan struktur fisik seperti pagar laut. Oleh karena itu, pagar laut saja tidak cukup untuk melindungi wilayah pesisir dari tsunami.

BACA JUGA:Perlu Layanan Kelistrikan? Pastikan Pakai Layanan Resmi yang Mudah dan Aman melalui PLN Mobile

BACA JUGA:Raffi Ahmad Sambangi DPR: Diskusi dengan Puan Maharani, Dasco, dan Adies Kadir Bahas Kolaborasi Hiburan dan Po

Beberapa negara seperti Jepang telah membangun dinding laut (seawall) sebagai perlindungan terhadap tsunami. Dinding laut ini dibuat dengan teknologi tinggi dan material yang sangat kokoh. Namun, meskipun demikian, tsunami besar seperti yang terjadi pada 2011 tetap mampu melampaui dinding tersebut dan menyebabkan kerusakan besar.

Di Indonesia, pagar laut lebih sering digunakan untuk menangani abrasi. Sebagai contoh, di Pekalongan, Jawa Tengah, pagar bambu yang dipasang di sepanjang pantai berhasil mengurangi laju abrasi dan membantu mengembalikan lahan mangrove. Namun, pakar mengingatkan bahwa material seperti bambu tidak dirancang untuk menahan kekuatan tsunami.

BACA JUGA:Pemerintah Indonesia Pilih NTT Jadi Percontohan Program Penanggulangan Stunting

BACA JUGA:Israel Gunakan Uang Pajak Palestina untuk Bayar Utang Listrik Rp 8,8 Triliun, Isu Kontroversial dalam Hubungan

“Jika kita berbicara soal tsunami, pendekatan yang lebih tepat adalah kombinasi antara rekayasa fisik seperti dinding laut yang kokoh, penghijauan kawasan pesisir dengan mangrove, dan sistem peringatan dini,” tambah Dr. Rina Anggraeni, peneliti kebencanaan dari Institut Teknologi Bandung.

Membangun pagar laut sepanjang 30 kilometer tentu bukan pekerjaan mudah. Tantangan yang muncul meliputi biaya konstruksi yang sangat tinggi, potensi dampak lingkungan, serta kebutuhan akan perawatan rutin. Selain itu, keberadaan pagar laut dapat mengubah ekosistem pesisir, yang berpotensi memengaruhi keanekaragaman hayati di wilayah tersebut.

BACA JUGA:Bidan Teladan Di Poleman Kena Prank, Hadiah Motor Di Tarik Kembali

BACA JUGA:Erupsi Perdana Gunung Merapi Dempo Tahun 2025, Warga Diminta Waspada

“Struktur besar seperti ini sering kali mengubah pola arus dan sedimentasi, yang bisa berdampak negatif pada habitat biota laut,” ungkap Rina. Oleh karena itu, proyek seperti ini harus melalui kajian lingkungan yang mendalam sebelum dilaksanakan.

Para pakar sepakat bahwa pagar laut bukanlah solusi tunggal untuk melindungi wilayah pesisir dari abrasi dan tsunami. Solusi yang lebih komprehensif melibatkan kombinasi teknologi dan pendekatan berbasis alam, seperti:

Restorasi Mangrove: Hutan mangrove dapat menjadi pelindung alami yang efektif dalam meredam gelombang dan mengurangi dampak tsunami.

BACA JUGA:Ganjil Genap Jakarta Berlaku di 25 Ruas Jalan, Ini Aturannya

BACA JUGA:Kejari Lubuklinggau Usut Dua Kasus Korupsi, Oknum Kades dan Mantan Kepsek Jadi Tersangka

Peningkatan Sistem Peringatan Dini: Dengan sistem yang cepat dan andal, evakuasi dapat dilakukan lebih efisien sehingga menyelamatkan lebih banyak nyawa.

Edukasi dan Mitigasi Bencana: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko bencana dan cara penanggulangannya juga sangat penting.

Rekayasa Fisik Berbasis Kajian: Pembangunan struktur seperti dinding laut harus didasarkan pada kajian teknis dan lingkungan yang matang.

Meskipun pagar laut sepanjang 30 kilometer dapat membantu mengurangi abrasi, efektivitasnya dalam menghadapi tsunami masih diragukan. Untuk melindungi wilayah pesisir secara optimal, dibutuhkan pendekatan yang lebih holistik dan berbasis ilmu pengetahuan. Pemerintah, peneliti, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk merancang solusi yang tidak hanya berfungsi, tetapi juga berkelanjutan dan ramah lingkungan.

BACA JUGA:Lapas Lubuklinggau Gelar Pengajian Akbar Memperingati Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad SAW 1446 H

BACA JUGA:Lapas Lubuklinggau Tingkatkan dan Kembangkan Sarana Asimilasi dan Edukasi (SAE) dan Ketahanan Pangan

Sumber: