Minyakita Tak Sesuai Takaran, Produsen Tertekan HET yang Tidak Realistis

Minyakita Tak Sesuai Takaran, Produsen Tertekan HET yang Tidak Realistis

Minyakita Tak Sesuai Takaran, Produsen Tertekan HET yang Tidak Realistis--ist

SILAMPARITV.CO.ID - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menemukan fakta mengejutkan saat melakukan inspeksi langsung terhadap produk Minyakita yang dijual di pasaran. Dalam pengecekan tersebut, ia mendapati bahwa isi minyak dalam kemasan 1 liter seharusnya berisi 1.000 mililiter, tetapi setelah ditakar menggunakan gelas ukur, isinya hanya sekitar 750 hingga 800 mililiter.

Temuan ini memunculkan tanda tanya besar mengenai kepatuhan produsen terhadap standar yang telah ditetapkan pemerintah. Dugaan kuat, berkurangnya isi kemasan ini bukan sekadar kesalahan produksi, melainkan akibat dari tekanan harga produksi yang tidak seimbang dengan kebijakan pemerintah terkait Harga Eceran Tertinggi (HET).

Mengapa Isi Minyakita Berkurang?

BACA JUGA:Berkah Ramadhan, PLN UP3 Lubuklinggau Lakukan Pasang Baru Listrik Gratis Melalui Program Light Up The Dream

BACA JUGA:IMA Sumsel Gelar Mudik Gratis Lebaran 2025, Berikut Jadwal, Syarat, dan Cara Daftarnya

Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menilai bahwa pengurangan isi kemasan Minyakita ini tidak lepas dari tingginya biaya produksi yang sudah melampaui HET yang ditetapkan pemerintah.

Saat ini, pemerintah telah menetapkan HET Minyakita sebesar Rp 15.700 per liter. Kebijakan ini mulai berlaku sejak 14 Agustus 2024 dengan tujuan menjaga kestabilan harga minyak goreng bagi masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah.

Namun, dalam enam bulan terakhir, harga bahan baku utama minyak goreng, yaitu crude palm oil (CPO), berkisar antara Rp 15.000 hingga Rp 16.000 per kilogram. Dengan konversi CPO ke minyak goreng sebesar 68,28 persen dan asumsi 1 liter minyak setara dengan 0,8 kilogram, maka harga CPO maksimal agar Minyakita tetap bisa dijual sesuai HET seharusnya Rp 13.400 per kilogram.

BACA JUGA:Latihan Soal PTS/STS Bahasa Indonesia Kelas 8 SMP Semester 2 Kurikulum Merdeka 2025 Lengkap dengan Kunci Jawab

BACA JUGA:Resmi Dibuka! Rekrutmen Bersama BUMN 2025 Tersedia 2.000+ Lowongan, Cek Daftar untuk Lulusan SMA dan SMK

"Itu baru menghitung bahan baku CPO. Belum memperhitungkan biaya pengolahan, distribusi, dan margin keuntungan. Kalau semua itu dihitung, harga CPO harus lebih rendah lagi," ujar Khudori kepada Kompas.com pada Senin (10 Maret 2025).

Dengan harga CPO yang terus melambung dan aturan pemerintah yang menetapkan harga jual dari produsen ke distributor (D1) maksimal Rp 13.500 per liter, produsen Minyakita akhirnya menghadapi dilema besar.

"Pengusaha mana yang bisa bertahan jika terus merugi? Usaha mana yang bisa sustain kalau harus jual di bawah harga produksi?" lanjutnya.

Dampak Kebijakan HET terhadap Produksi Minyakita

BACA JUGA:THR dan Gaji ke-13 ASN 2025 Segera Cair, Presiden Prabowo Pastikan Pencairan Lebih Awal

BACA JUGA:Animo Pemudik EV Diprediksi Meningkat saat Idulfitri, PLN Siapkan 1.000 Unit SPKLU di Jalur Trans Jawa-Sumatra

Jika kebijakan HET Minyakita tidak segera dikoreksi, ada dua kemungkinan besar yang bisa terjadi:

  1. Produsen tetap menjual Minyakita sesuai HET tetapi mengorbankan kualitas. Hal ini bisa terjadi dengan mengurangi isi kemasan, seperti yang ditemukan oleh Menteri Andi Amran Sulaiman.
  2. Produsen tetap menjaga kualitas Minyakita, tetapi menjualnya dengan harga di atas HET.

Namun, dua kemungkinan ini sama-sama bermasalah karena melanggar regulasi. Dalam skenario pertama, produsen melakukan kecurangan terhadap konsumen, sedangkan dalam skenario kedua, produsen akan menghadapi sanksi karena menjual di atas HET.

BACA JUGA:Tips Berburu Takjil yang Sehat, Jangan Sampai Sakit di Bulan Ramadhan

BACA JUGA:Kunci Jawaban IPA Kelas 9 SMP Halaman 148 Kurikulum Merdeka, Bantu Persiapan Ujian Sekolah

"Keduanya jelas melanggar aturan. Tapi kalau regulasi yang ada tidak memungkinkan usaha bertahan tanpa melanggar aturan, siapa yang patut disalahkan? Pengusaha, pembuat kebijakan, atau keduanya?" ujar Khudori.

Solusi yang Diusulkan: Subsidi Langsung Tanpa Distorsi Harga

Khudori menekankan bahwa pemerintah harus mencari solusi yang tidak mendistorsi harga pasar. Jika tujuan utama dari kebijakan ini adalah menyediakan minyak goreng murah bagi masyarakat miskin, kelompok rentan, dan UMKM, maka subsidi langsung bisa menjadi pilihan yang lebih tepat.

Ia menyarankan agar pemerintah menggunakan skema transfer tunai, di mana bantuan diberikan dalam bentuk uang yang hanya bisa digunakan untuk membeli Minyakita. Dengan cara ini, subsidi akan lebih tepat sasaran dan tidak merusak harga pasar secara keseluruhan.

BACA JUGA:BRI Siapkan Rp32,8 Triliun untuk Lebaran, Pastikan Kebutuhan Uang Tunai Masyarakat Terpenuhi Hingga Pelosok

BACA JUGA:Gagal Menyalip, Mobil Avanza Seruduk Pajero dan Motor di Lubuklinggau

"Uang hanya bisa digunakan untuk membeli Minyakita. Tidak bisa dicairkan atau dipakai membeli produk lain. Cara ini tidak mendistorsi harga dan lebih tepat sasaran," jelasnya.

Temuan Menteri Andi Amran Sulaiman terkait isi Minyakita yang berkurang harus menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera melakukan evaluasi terhadap kebijakan HET.

Jika HET tetap dipaksakan tanpa mempertimbangkan realitas biaya produksi, maka akan terjadi lebih banyak masalah, seperti kecurangan dalam isi produk, pengurangan kualitas, atau bahkan kelangkaan di pasaran karena produsen tidak lagi mampu berproduksi.

Di sisi lain, skema subsidi langsung bisa menjadi solusi yang lebih efektif dibandingkan menekan harga secara tidak realistis. Langkah ini tidak hanya melindungi konsumen, tetapi juga memastikan produsen tetap bisa bertahan di industri.

 

Pemerintah perlu segera melakukan kajian ulang terhadap kebijakan ini agar Minyakita tetap bisa tersedia dengan harga yang wajar dan kualitas yang sesuai standar.

BACA JUGA:Pelantikan CPNS dan PPPK 2024 Diundur, Kemenpan-RB: Keputusan Bersama dengan DPR

BACA JUGA:Jadwal Lengkap Acara TV Selasa, 11 Maret 2025: Tayangan Seru di NET TV, RCTI, Trans TV, SCTV, Indosiar

Sumber: