Blind Box: Estetika, Sensasi, dan Kapitalisme Emosional
Blind Box: Estetika, Sensasi, dan Kapitalisme Emosional--ist
SILAMPARITV.CO.ID - Blind Box: Estetika, Sensasi, dan Kapitalisme Emosional
Awal Mula & Mekanisme Psikologis
Blind box—produk yang dijual dalam kemasan tertutup tanpa diketahui isinya—bukanlah tren baru. Konsepnya telah berkembang dari mesin gashapon Jepang di era 1960-an hingga figur koleksi Pop Mart yang meledak popularitasnya di China sejak tahun 2018
Strategi pemasaran yang memanfaatkan variable reward schedule—ketidakpastian isi blind box—menciptakan sensasi adiktif dan memicu pelepasan dopamine, mirip dengan mekanisme perjudian ringan
BACA JUGA:3 Tim Free Fire dari Indonesia Lolos Grand Final Esports World Cup 2025
BACA JUGA:Pedagang Sayur Ditampar dan Diancam Pria Ngaku Aparat Gegara Kibarkan Bendera One Piece
Budaya Konsumer & Identitas Visual
Dalam era visual media sosial, blind box tidak hanya menyentuh sisi psikologis, tapi juga menjadi simbol identitas. Koleksi yang ditampilkan menjadi bentuk aktualisasi diri—"we are what we consume"—menjadi bukti estetika, afiliasi kelas urban, hingga aspirasi terhadap budaya pop global
Pengalaman unboxing—bahagia, kecewa, atau drama—dibagikan intens di TikTok, Instagram, dan YouTube, menciptakan ritual konsumsi bersama
BACA JUGA:Infinix GT 30 Resmi Diluncurkan, HP Gaming Murah dengan Tombol GT Trigger
BACA JUGA:7 Tips Mengatasi HP Lemot Dengan Mudah, Bebas Hang, Freeze, dan Nge-Lag.
Ekonomi Kelangkaan & Mekanisme Kapitalistik
Sistem kelangkaan buatan (artificial scarcity)—seperti “rare item” satu dari sepuluh kotak—mendorong pembeli untuk terus membeli demi mendapatkan figur langka. Dalam ranah sosiologi konsumsi, ini merupakan bentuk planned obsolescence dan menciptakan siklus permintaan yang terus bertumbuh
Risiko Finansial & Emosional
Sumber: