Bisik-Bisik Keras
Di zaman sekarang, ternyata cara merahasiakan peristiwa sensitif masih sama. Termasuk soal tembak-menembak polisi itu. Sampai tiga hari kemudian pun belum ada wartawan yang tahu.
Medsos juga masih bungkam.
Hebat sekali. Kalau itu di zaman Orde Baru tidak ada yang heran. Ini terjadi di zaman medsos.
"Mungkin karena kejadian itu di satu rumah yang berada di kompleks perumahan yang tertutup," kilah seorang wartawan.
Itulah sebabnya berita tembak-menembak itu baru diketahui justru dari konferensi pers. Resmi. Di Mabes Polri. Tanggal 11 Juli 2022. Sudah tiga hari setelah peristiwa.
TV One termasuk yang pertama menyiarkan konferensi pers itu. Detik.com juga.
Pertanyaannya: kalau sudah berhasil ''menyembunyikannya'' selama tiga hari mengapa dibuka lewat konferensi pers?
Kemungkinan pertama, sudah berkembang bisik-bisik di lingkungan terbatas di Polri. Irjen Pol Sambo pasti sudah melapor ke atasan mengenai apa yang terjadi, versi dirinya.
Kita tidak tahu kapan ''lapor diri'' itu dilakukan? Sang atasan pasti melakukan koordinasi dengan staf. Sikap harus ditentukan. Sejak itu mulailah bisik-bisik beredar. Kian hari kian luas. Termasuk yang sudah dibumbui.
Kemungkinan kedua, keluarga korban juga memberitahu keluarga dekat tentang kematian Brigadir Joshua. Juga kian luas. Berikut bumbu-bumbu penyedapnya.
Tukang bumbunya bisa siapa saja: oknum di media, oknum di keluarga korban, oknum di instansi kepolisian. Bahkan bisa saja dari orang yang ingin menjatuhkan seseorang.
Wartawan tertolong oleh bisik-bisik-keras di medsos itu. Wartawan punya alasan untuk melakukan konfirmasi ke sumber yang kompeten. Atau mengecek ke lapangan.
Jelas dalam kasus tembak-menembak itu wartawan mengalami hambatan. Dihalangi. HP diperiksa. Isi dihapus.
Media sudah mengadu.
Tiga hari kemudian giliran istri pemilik rumah mengadu ke Dewan Pers. Lewat pengacaranya. Dia menggugat pers. Media dianggap kurang empati kepada sang istri.
Sumber: