Virus Nipah di India: Kewaspadaan Tinggi Diperlukan untuk Cegah Potensi Wabah di Indonesia
Virus Nipah di India: Kewaspadaan Tinggi Diperlukan untuk Cegah Potensi Wabah di Indonesia--ist
SILAMPARITV.CO.ID - Wabah virus Nipah kembali mencuat ke permukaan setelah dilaporkan muncul di negara bagian Kerala, India. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat terdapat empat kasus terkonfirmasi antara 17 Mei hingga 12 Juli 2025, dengan dua di antaranya berakhir dengan kematian. Angka kematian mencapai 50 persen, menjadikan virus ini salah satu penyakit infeksi paling mematikan, jauh melampaui tingkat fatalitas sebagian besar penyakit menular lainnya, termasuk COVID-19.
BACA JUGA:Selain Siomay, Batagor Jadi Camilan Terenak di Dunia
Kasus tersebar di dua wilayah, yaitu Malappuram dan Palakkad. Hasil investigasi epidemiologi menunjukkan tidak adanya hubungan langsung antar kasus, yang mengindikasikan penularan terjadi secara independen dari reservoir alami virus, yaitu kelelawar pemakan buah. Hal ini memperkuat dugaan bahwa penularan terjadi melalui kontak langsung dengan hewan penular atau konsumsi makanan yang terkontaminasi air liur atau urin kelelawar.
Dicky Budiman, epidemiolog dari Griffith University, mengingatkan bahwa virus Nipah memiliki potensi besar untuk memicu wabah serius, terutama di kawasan Asia Tenggara. Meski begitu, ia menilai kemungkinan virus ini berkembang menjadi pandemi global masih rendah dibandingkan dengan SARS-CoV-2, penyebab pandemi COVID-19.
BACA JUGA:YBM PLN UID S2JB Salurkan Bantuan untuk Veteran: Hormat Setinggi-tingginya bagi Pejuang Bangsa
BACA JUGA:7 Obat Alami untuk Atasi Biduran dari Dapur, Efektif Redakan Gatal Secara Cepat!
Virus Nipah pertama kali teridentifikasi pada tahun 1998 di Malaysia. Sejak itu, virus ini dikenal memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi, berkisar antara 40 hingga 100 persen, tergantung pada sistem deteksi dini dan kualitas layanan kesehatan di suatu wilayah. Virus ini mampu menginfeksi berbagai inang, termasuk kelelawar, babi, dan manusia, serta menyebar melalui beberapa jalur: dari hewan ke manusia, melalui makanan terkontaminasi, dan dari manusia ke manusia melalui kontak erat.
Keberagaman jalur penularan ini membuat virus Nipah sering dianggap sebagai salah satu kandidat utama untuk wabah berikutnya di kawasan Asia Selatan dan Tenggara. Namun, ada faktor yang membatasi penyebarannya secara luas. Penularan antar manusia umumnya terbatas dan membutuhkan kontak fisik dekat. Nilai reproduksi (R0) virus ini biasanya di bawah 1, dan gejalanya muncul dengan cepat, sehingga memungkinkan deteksi dini dan isolasi pasien sebelum menular ke lebih banyak orang.
BACA JUGA:QRIS Layanan Digital BRI Memang Sangat Membantu Memudahkan Transaksi Bagi Konsumen
"Berbeda dengan COVID-19 yang bisa menular bahkan saat pasien belum menunjukkan gejala, virus Nipah lebih mudah dikendalikan jika sistem surveilans dan respons kesehatan masyarakat berjalan efektif," ujar Dicky dalam wawancara dengan detikcom, Selasa (19/8/2025).
Meski risiko impor kasus dari India ke Indonesia dinilai rendah oleh WHO, Dicky menekankan pentingnya kewaspadaan dini. Mobilitas manusia antar negara yang sangat cepat membuat potensi masuknya penyakit menular tidak bisa diabaikan.
Ancaman virus Nipah di Indonesia menjadi perhatian serius karena kondisi ekologis yang mendukung. Populasi kelelawar pemakan buah tersebar luas di berbagai wilayah, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua. Pola interaksi masyarakat dengan hewan ini cukup tinggi, termasuk konsumsi buah segar atau nira kelapa yang belum dipanaskan, aktivitas peternakan babi di dekat habitat kelelawar, perdagangan satwa liar, hingga wisata gua kelelawar.
BACA JUGA:Telur Ceplok hingga T-Bone, 4 Makanan Favorit Presiden RI Diungkap Keluarga
BACA JUGA:Apel Tahunan Ponpes Al-Madani 2025: Parade Budaya hingga Prestasi Santri Nasional
Sumber: