Menanggapi keterangan saksi Ernawati tersebut, terdakwa Siti Zahro yang merupaka Bendahara Bawaslu Muratara membenarkan keterangan saksi Ernawati perihal adanya kuitansi fiktif yang dibuat oleh Bawaslu Muratara.
Hingga berita ini diturunkan, persidangan diskorsing istirahat siang oleh majelis hakim, akan dibuka dan dilanjutkan kembali pada pukul 13.30 WIB.
Untuk informasi, kasus ini menjerat delapan orang terdakwa yakni anggota Bawaslu Kabupaten Muratara, yakni Munawir, M Ali Asek, Paulina, Kukuh Reksa Prabu, Siti Zahri, Tirta Arisandi, Hendrik dan Aceng Sudrajat.
Para terdakwa disangkakan telah melakukan dugaan korupsi dana hibah tahun anggaran 2019 dan tahun 2020 sebesar Rp2,5 miliar dari nilai total dana hibah Rp9,5 miliar untuk pelaksanaan kegiatan Pileg dan Pilpres ditahun 2019, serta pilkada Muratara di tahun 2020.
Dalam pelaksanaan kegiatan Bawaslu Muratara, ada kegiatan yang di-mark up serta difiktifkan diantaranya biaya sewa gedung laboratorium komputer SMA Bina Satria untuk seleksi anggota pengawas kecamatan (Panwascam) berbesar Rp40 juta, akan tetapi dari pelaksanaan tersebut pihak sekolah hanya menerima Rp11 juta.
Selain itu, untuk belanja publikasi kegiatan pada penyedia jasa, diantaranya media online sebesar Rp30 juta, namun nyatanya pembayaran itu fiktif atau tidak ada.
Serta dana hibah Bawaslu juga diberikan kepada masing-masing terdakwa sebesar Rp100 juta atas inisiatif terdakwa Munawir selaku ketua Bawaslu.
Atas perbuatannya, JPU menjerat para terdakwa dengan dakwaan memperkaya diri sendiri atau orang lain sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (fdl)