7 Masalah Pendidikan Dasar yang Masih Menghantui Indonesia hingga Kini
7 Masalah Pendidikan Dasar yang Masih Menghantui Indonesia hingga Kini--ist
SILAMPARITV.CO.ID - Pendidikan di jenjang sekolah dasar merupakan pondasi utama dalam membentuk karakter generasi penerus bangsa. Pada masa usia dini, anak-anak berada pada fase emas—ibarat tanah liat yang masih lunak dan mudah dibentuk. Namun, potret pendidikan dasar di Indonesia hingga saat ini masih diwarnai oleh berbagai problematika yang klasik dan belum kunjung terselesaikan.
Dikutip dari Sripoku.com, Dr. Elinda Rizkasari, S.Pd., M.Pd, Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta, mengungkapkan tujuh masalah utama yang masih membelit pendidikan dasar Indonesia. Persoalan-persoalan ini dinilai menjadi penghambat serius dalam menciptakan pendidikan dasar yang berkualitas dan merata.
1. Akses Pendidikan yang Belum Merata
BACA JUGA:Jadwal dan Agenda Presiden RI Prabowo Subianto Kunjungi Sumsel
Ironisnya, di tengah geliat pembangunan, akses pendidikan masih menjadi momok, baik di wilayah terpencil maupun di kota-kota besar. Wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) masih kesulitan mendapatkan fasilitas dan layanan pendidikan yang layak.
2. Geografis Indonesia Menjadi Tantangan
Dengan lebih dari 17 ribu pulau, bentang geografis Indonesia menjadi kendala utama dalam pemerataan pendidikan. Pengiriman guru, buku, dan sarana pendukung pendidikan kerap mengalami hambatan logistik yang rumit dan mahal.
3. Kualitas Guru Masih Belum Optimal
Kompetensi guru di berbagai daerah masih jauh dari harapan. Pelatihan yang minim, kurangnya sertifikasi, serta tidak meratanya distribusi guru membuat kualitas pengajaran sangat bervariasi dan kerap tidak memenuhi standar nasional.
4. Kurikulum yang Tidak Relevan
BACA JUGA:Hari Ini, Pemegang Saham BBRI Panen Dividen Final Senilai Rp31,4 Triliun
BACA JUGA:Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP Halaman 180 Kurikulum Merdeka: Memahami Surat Undangan
Perubahan kurikulum yang terlalu sering dan tidak disertai kesiapan implementasi di lapangan membuat banyak sekolah kelabakan. Di sisi lain, kurikulum juga dinilai tidak cukup adaptif dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan zaman.
5. Kesenjangan Pendidikan Antar Daerah
Disparitas pendidikan masih terasa jelas antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta antara Jawa dan luar Jawa. Hal ini menciptakan kesenjangan peluang belajar yang membuat anak-anak di daerah tertinggal makin terpinggirkan.
6. Minimnya Fasilitas Pendidikan
Sekolah dasar di berbagai daerah masih banyak yang berada dalam kondisi memprihatinkan. Ruang kelas rusak, perpustakaan miskin koleksi, dan laboratorium yang tidak ada membuat proses belajar mengajar menjadi tidak optimal.
7. Kemiskinan dan Masalah Finansial Siswa
Faktor ekonomi keluarga masih menjadi penyebab utama anak putus sekolah. Di banyak wilayah, kemiskinan memaksa anak-anak untuk membantu orang tua bekerja alih-alih belajar, bahkan ada yang tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali.
BACA JUGA:Manfaatkan Pendanaan Usaha dari BRI, Waroeng Tani Tetap Berjaya Hingga Lintas Generasi
Peringkat Pendidikan Indonesia Masih Rendah di Asia
Kondisi ini turut mencerminkan peringkat pendidikan Indonesia di kancah internasional. Berdasarkan data Worldtop20.org tahun 2023, Indonesia berada di peringkat ke-67 dari 203 negara. Sementara itu, di tingkat Asia, China menempati peringkat teratas sebagai negara dengan sistem pendidikan paling maju dan inovatif.
China: Negara dengan Disiplin dan Etos Kerja Tinggi
Keberhasilan China tidak bisa dilepaskan dari budaya disiplin dan etos kerja yang tinggi. Nilai-nilai yang ditanamkan sejak dini menjadikan anak-anak China tumbuh dengan mental tangguh, siap menghadapi tekanan, dan terbiasa bekerja keras.
Beberapa hal yang menjadi kekuatan sistem pendidikan China:
BACA JUGA:Kiprah 5 (lima) Srikandi PLN UP3 Lubuklinggau, Pejuang Kelistrikan Tak Kenal Lelah
BACA JUGA:Alex Noerdin Diperiksa Terkait Dugaan Korupsi Proyek Revitalisasi Pasar Cinde Palembang
-
Disiplin Kerja yang Ketat: Fokus tinggi pada hasil, manajemen waktu yang baik, dan rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan.
-
Disiplin Sosial: Ketaatan terhadap aturan dan keteraturan hidup dalam masyarakat.
-
Etos Konfusianisme: Ajaran Konfusius menanamkan pentingnya kerja keras dan ketekunan sebagai wujud tanggung jawab sosial.
-
Contoh Nyata: Sistem 996 (9 pagi hingga 9 malam, 6 hari seminggu): Walau kontroversial, sistem ini mencerminkan dedikasi tinggi terhadap pekerjaan dan pendidikan.
Indonesia Masih Berkutat pada "Jam Karet"
Perbandingan mencolok antara Indonesia dan China terlihat dari sikap terhadap waktu. Di China, keterlambatan sangat tidak ditoleransi, terutama di lingkungan pendidikan. Di Indonesia, budaya “jam karet” masih lumrah dan dianggap wajar. Hal ini secara langsung berdampak pada mental dan kedisiplinan generasi muda.
BACA JUGA:Jadwal dan Agenda Presiden RI Prabowo Subianto Kunjungi Sumsel
Mental Baja Sejak Dini, Kunci Sukses China
Anak-anak di China terbiasa menghadapi tekanan dan target tinggi sejak kecil. Mereka tidak menghindari tantangan, namun justru menjadikannya sebagai bagian dari proses belajar. Di Indonesia, tekanan dalam pendidikan sering dianggap beban dan bahkan dihindari.
Introspeksi Diri: Jangan Sampai Tergusur di Negeri Sendiri
Meningkatnya jumlah tenaga kerja asing, termasuk dari China, yang masuk ke Indonesia dengan kualitas SDM yang unggul seharusnya menjadi alarm bagi bangsa ini. Tanpa perbaikan menyeluruh, bukan tidak mungkin Indonesia akan tergusur di tanahnya sendiri.
Pendidikan adalah investasi jangka panjang. Jika kita gagal memperbaiki sistem pendidikan dasar hari ini, maka kita sedang menggali lubang ketertinggalan untuk masa depan bangsa.
BACA JUGA:Cek Fakta: Benarkah Makam Nabi Zulkifli Ditemukan di Balik Tembok Besar China?
Sumber: