Kasus Infeksi Bakteri 'Pemakan Daging' Merebak di Jepang: Risiko Kematian dalam 48 Jam

Kasus Infeksi Bakteri 'Pemakan Daging' Merebak di Jepang: Risiko Kematian dalam 48 Jam

Kasus Infeksi Bakteri 'Pemakan Daging' Merebak di Jepang: Risiko Kematian dalam 48 Jam--

SILAMPARITV.CO.ID - Kasus infeksi bakteri 'pemakan daging' yang jarang dan mematikan kini melanda Jepang, dengan risiko kematian bagi pasien dalam 48 jam.

Menurut data dari Institut Penyakit Menular Nasional Jepang, sepanjang tahun ini telah tercatat setidaknya 1.019 kasus sindrom syok toksik streptokokus (STSS).

Dikutip dari NBC News, jumlah ini merupakan yang tertinggi, melebihi rekor tahun sebelumnya sebanyak 941 kasus.

Mengenal Infeksi Bakteri di Jepang

Secara klinis, penyakit ini dikenal sebagai sindrom syok toksik streptokokus (STSS). Berdasarkan informasi dari NSW Health, infeksi ini disebabkan oleh bakteri kelompok A yang masuk ke dalam darah atau jaringan tubuh.

BACA JUGA:Begini Cara Lionel Messi Acak-acak Lini Belakang Kanada di Copa Amerika 2024

Bakteri ini biasanya menyebabkan infeksi ringan seperti radang tenggorokan pada anak-anak. Namun, beberapa jenis dapat berkembang dengan cepat dan memicu penyakit streptokokus grup A invasif (iGAS).

Dikutip dari ABC Net, STSS adalah komplikasi iGAS yang bisa berkembang menjadi kondisi darurat yang mengancam jiwa dengan sangat cepat.

Institut Penyakit Menular Nasional Jepang memperingatkan pada bulan Maret tentang peningkatan penyakit menular. Pada tanggal 2 Juni, jumlah kasus STSS yang dilaporkan di Jepang mencapai sekitar 977.

Angka ini lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya, di mana Jepang mencatat 941 kasus sepanjang tahun 2023. 

BACA JUGA:22 Juni Memperingati Hari Apa Saja? Simak di Bawah Ini!

Penyebab Peningkatan Kasus

Alasan peningkatan kasus masih belum jelas. Namun, otoritas kesehatan Jepang menyatakan bahwa peningkatan infeksi saluran pernapasan berkaitan dengan pelonggaran kebijakan COVID-19.

Profesor Ken Kikuchi dari Universitas Kedokteran Wanita Tokyo menjelaskan kepada NHK bahwa sistem kekebalan masyarakat melemah selama lockdown.

Sumber: