Tradisi Keraton Yogyakarta Mubeng Beteng yang Dilaksanakan Pada Malam 1 Suro

Tradisi Keraton Yogyakarta Mubeng Beteng yang Dilaksanakan Pada Malam 1 Suro

mengenal tradisi mubeng beteng yang dilaksanakan pada malam 1 suro--

Prosesi tradisi ini  terinspirasi dari perjalanan suci hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah, yang penuh keprihatinan dan perjuangan.

Para abdi dalem dan masyarakat yang menjalani prosesi Mubeng Beteng tidak hanya berjalan mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta tanpa alas kaki, tetapi juga melakukan tapa bisu (tanpa berbicara). 

Makna Mubeng Beteng adalah bentuk refleksi bersama, perenungan, dan permohonan perlindungan serta penyucian diri menuju manusia yang lebih baik di tahun yang akan datang.

 Prosesi Mubeng Beteng dimulai ketika lonceng Kyai Brajanala di regol Keben dibunyikan sebanyak 12 kali. Setelah itu, diikuti dengan pembacaan tembang-tembang Macapat dari Bangsal Srimanganti dan doa bersama hingga tengah malam.

BACA JUGA:Kabar Gembira! BUMN Peruri Buka Lowongan Kerja Besar-besaran untuk S1, Cek Kualifikasi dan Cara Daftarnya

 Ketika jam menunjukkan pukul 12 malam, para abdi dalem mulai berjalan sejauh kurang lebih lima kilometer mengitari benteng keraton berlawanan dengan arah jarum jam.

Masyarakat Yogyakarta maupun wisatawan dari dalam dan luar negeri yang ingin berpartisipasi, dapat mengikuti prosesi di belakang barisan para abdi dalem. 

Selain itu, mereka juga harus mematuhi tradisi dengan menanggalkan alas kaki dan tidak boleh berbicara. 

Pasalnya, tujuan Mubeng Beteng bukan untuk menyambut tahun baru Islam dan Jawa dengan hingar bingar, tetapi dalam keheningan guna merefleksikan diri selama satu tahun sebelumnya dan berdoa untuk tahun yang akan datang.

 

Itulah yang membedakan tradisi ini dengan perayaan tahun baru Masehi, yang biasanya dirayakan dengan pesta pora, contohnya seperti menyalakan kembang api. Kini, Mubeng Beteng telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda dari DIY.

Sumber: