Jokowi Berencana Melobi China untuk Melanjutkan Proyek Kereta Cepat hingga Surabaya.
Silampari TV-Meski proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whossh memerlukan biaya besar dan berdampak pada APBN, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkeinginan untuk memperluas proyek ini hingga Surabaya. Proyek besar ini sebagian besar dibiayai oleh pinjaman dari China Development Bank (CDB) dengan suku bunga 3,4 persen. Pembayaran angsuran pinjaman ini akan dijamin oleh APBN, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero). Untuk mewujudkan hal ini, Presiden Jokowi berencana untuk pergi ke China dan berbicara dengan pemerintah setempat tentang kelanjutan proyek kereta cepat. Salah satu hal yang ingin dibahas oleh Jokowi adalah pinjaman dan bunga yang akan ditanggung oleh PT KAI (Persero). Menurut Menteri BUMN Erick Thohir, selain masalah utang KCJB, beberapa topik lain yang akan dibahas dengan China termasuk infrastruktur, energi, dan perdagangan. "Kalau di China itu salah satunya memang diskusi lebih mendalam keberlanjutan kereta cepat dari Bandung ke Surabaya, yang studinya sedang dipelajari. Tetapi kita juga ingin terus memperbaiki struktur daripada kerja samanya apakah kepemilikan, bunga, dan lain-lain," kata Erick Thohir dikutip pada Minggu (15/10/2023). Dia menyatakan bahwa pembahasan ini penting untuk pengembangan infrastruktur di Indonesia, yang tentunya akan memerlukan proses waktu. Namun demikian, penting bagi Indonesia untuk memiliki infrastruktur yang cukup untuk mendukung transportasi publik. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing Indonesia dan mendorong pertumbuhan ekonomi. "Karena kalau kita mau menjadi negara maju ya memang infrastrukturnya harus dibangun, apakah jalan tol, kereta api, pelabuhan airport, yang memang pasti akan perlu waktu," ucapnya. Sebelumnya, Bhima Yudhistira, seorang ekonom dan Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), telah menyatakan bahwa berdasarkan beberapa indikasi, proyek KCJB tampaknya telah masuk dalam kategori jebakan utang (debt trap) China. "Sudah masuk kategori jebakan utang. Pertama, indikasi proyek yang berbiaya mahal ditanggung APBN," beber Bhima. Sedari awal, China dalam proposalnya juga memberikan garansi kalau kereta peluru yang ditawarkannya tidak akan membebani ABPN Indonesia. Belakangan, komitmen itu kemudian tidak ditepati China maupun pemerintah Indonesia sendiri. Tawaran China yang memberikan iming-iming pembangunan kereta cepat tanpa APBN itu pula yang juga jadi alasan Indonesia mendepak Jepang. Ini karena Negeri Sakura sejak awal sudah memprediksi sulit merealisasikan KCJB tanpa jaminan dari negara. Bhima juga menyoroti bagaimana pemerintah Indonesia dengan mudah menerima tuntutan China yang meminta jaminan negara untuk pembayaran utang dan bunga. Keputusan ini tentunya akan berdampak pada keuangan negara, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini disebabkan oleh KAI, yang merupakan pemimpin konsorsium BUMN dalam struktur pemegang saham mayoritas di PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), adalah perusahaan milik negara yang sahamnya 100 persen dikuasai oleh negara. Lebih jauh lagi, KAI adalah perusahaan strategis yang bisnisnya melayani kebutuhan masyarakat di sektor transportasi publik. Pemerintah mungkin berdalih bahwa beban utang akan ditanggung oleh BUMN sebagai entitas bisnis, bukan dibebankan langsung ke APBN. Namun, jika keuangan KAI terbebani karena harus menanggung pembayaran utang dan bunga proyek KCJB ke China, pemerintah akan terpaksa turun tangan memberikan bantuan, seperti melalui mekanisme penyertaan modal negara (PMN) dari APBN. "Meski pemerintah bilang bentuknya adalah penjaminan utang tapi memicu risiko kontijensi ketika KAI hadapi kesulitan pembayaran bunga dan pokok utang," ucap Bhima. "Seolah utangnya kereta cepat adalah utang BUMN, bukan utang pemerintah padahal ini adalah indikasi hidden debt atau utang tersembunyi yang sama sama bebankan keuangan negara secara tidak langsung," tambah dia.
Sumber: