SILAMPARITV.CO.ID - Konflik Keraton Surakarta atau yang lebih dikenal sebagai Kisruh Keraton Solo merupakan salah satu sengketa suksesi terpanjang dalam sejarah kerajaan-kerajaan budaya di Indonesia. Berawal dari 2004, sengketa takhta antara Hangabehi dan Tedjowulan terus berkembang hingga melibatkan keluarga besar, pejabat adat, pemerintah, hingga aparat keamanan.
Setelah meredam selama beberapa tahun, konflik tersebut kembali memuncak pada 2025 setelah wafatnya SISKS Paku Buwono (PB) XIII. Kini, dua putra mendiang raja kembali sama-sama mengklaim diri sebagai pemegang takhta sah.
BACA JUGA: Keraton Solo Gelar Penobatan Raja Baru, Paku Buwono XIV Naik Takhta Akhir Pekan Ini
BACA JUGA:Babak Baru Keraton Surakarta: Gusti Purboyo Resmi Naik Takhta sebagai Pakubuwono XIV
Berikut rangkuman lengkap perjalanan panjang konflik Keraton Surakarta.
- Akar Konflik: Perebutan Takhta Sejak 2004
Konflik bermula pada 11 Juni 2004, ketika PB XII wafat tanpa menunjuk permaisuri maupun putra mahkota. Kekosongan tersebut memunculkan dua klaim takhta:
- KGPH Hangabehi
- KGPH Tedjowulan
Keduanya sama-sama mengklaim sebagai penerus sah PB XII. Bahkan, masing-masing pihak menggelar pemakaman terpisah untuk mendiang raja. Melalui konsensus keluarga, Hangabehi kemudian diakui sebagai Pakubuwana XIII, tetapi kubu Tedjowulan tetap menyatakan diri sebagai raja.
Beberapa catatan penting awal konflik:
BACA JUGA:Ahli Ungkap Bahaya Mencuci Ayam Sebelum Dimasak
BACA JUGA:10 Sayuran Terbaik untuk Menjaga Kesehatan Ginjal: Enak, Sehat, dan Mudah Didapat!
Gelombang Konflik 2012–2014: Islah, Penolakan, hingga Tuduhan
Pada 4 Juni 2012, kesepahaman perdamaian diteken:
- Hangabehi tetap PB XIII
- Tedjowulan menjadi Mahapatih
Namun, kesepakatan ini justru memicu penolakan sebagian keluarga keraton. Insiden-insiden yang terjadi:
Konflik semakin melibatkan internal keluarga, termasuk gugatan hukum dan pengurungan salah satu putri keraton pada 2017.