Seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan yang mengganggu kehidupan masyarakat suku Anak Dalam.
Beralihnya pola perladangan dari hutan ke perkebunan menyebabkan hasil hutan yang menjadi sumber pangan masyarakat Suku Anak Dalam mulai berkurang.
Demikian pula dengan pemanfaatan anak sungai yang menjadi kanal untuk mengairi perkebunan, juga berdampak pada kondisi masyarakat suku Anak Dalam yang sering mencari ikan.
Tradisi Suku Anak Dalam:
Masyarakat Anak Dalam mempunyai beberapa keunikan tradisi dan kearifan lokal yang diwariskan secara turun temurun sejak zaman nenek moyang.
Dalam penelitian Ermit (2014) Mengungkap Kebudayaan Suku Anak Dalam Melalui Kosakata Bahasa Kubu, terdapat beberapa tradisi suku Anak Dalam yang masih mengakar dalam kehidupan masyarakat.
BACA JUGA:Mengenal Tari Sigale-Gale, Tarian Khas Suku Batak Sumatera Utara
1. Basale
Basale adalah tradisi penyembuhan yang dilakukan masyarakat suku Anak Dalam untuk menyucikan atau mengusir roh jahat yang bersemayam dalam tubuh orang sakit.
Basale dilakukan dengan cara menempatkan orang sakit di sebuah balai yang disebut "angkat semang" yang dipercaya sebagai tempat bersemayamnya arwah para leluhur.
Dukun (malim) Basale berpakaian serba putih dan membacakan mantera serta menari mengikuti suara biola sambil meneteskan air.
Hal ini juga berkaitan dengan budaya Cemenggo dan Besandingon yang berkaitan dengan larangan orang sakit untuk mendekati orang lain agar tidak menularkan penyakitnya.
2. Manumbai
Menumbai adalah tradisi pengambilan madu dengan produsen (juagan) melantunkan mantra pujian kepada lebah.
Selain membakar dupa, Juagan juga membakar satu ton untuk membakar lebah agar berpindah ke pohon lain.
Madu yang dihasilkan diangkut ke jantung darah dengan tali rotan.