Warga Desa Binjai Musi Rawas Panjat Pohon Demi Sinyal: Puluhan Tahun Hidup di Zona Blank Spot
Warga Desa Binjai Musi Rawas Panjat Pohon Demi Sinyal: Puluhan Tahun Hidup di Zona Blank Spot--ist
SILAMPARITV.CO.ID - Di tengah masifnya geliat transformasi digital di berbagai penjuru negeri, masih ada wilayah yang belum tersentuh oleh kemajuan infrastruktur telekomunikasi. Salah satunya adalah Desa Binjai, Kecamatan Muara Kelingi, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan.
Warga desa ini harus menempuh cara ekstrem hanya untuk mendapatkan sinyal telepon genggam—dari memanjat pohon hingga menggantung ponsel mereka di ujung batang bambu atau kayu setinggi 20 meter. Aktivitas yang bagi sebagian orang terlihat mustahil ini sudah menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari di Desa Binjai, demi sekadar terhubung dengan dunia luar.
BACA JUGA:Kunci Jawaban Pendidikan Pancasila Kelas 7 Halaman 150-151 Kurikulum Merdeka, Simak Penjelasannya
Kepala Desa Binjai, Hadi Yanto, mengungkapkan bahwa kondisi ini bukan hal baru. Selama puluhan tahun, desa mereka masuk dalam kategori blank spot atau wilayah tanpa jangkauan jaringan telekomunikasi. Hingga saat ini, belum ada solusi konkret yang ditawarkan oleh pemerintah daerah.
“Binjai ini salah satu desa blank spot di Musi Rawas. Kondisi ini sudah terjadi sejak lama dan hingga kini belum ada solusi konkret,” ujar Hadi dalam pernyataannya.
BACA JUGA:Kunci Jawaban Pendidikan Pancasila Kelas 7 Halaman 150-151 Kurikulum Merdeka, Simak Penjelasannya
BACA JUGA:Ditetapkan Sebagai Tersangka, Mantan Bupati Musi Rawas Gugat Kejati Sumsel
Situasi ini berdampak besar, tidak hanya bagi orang dewasa yang kesulitan berkomunikasi dan mengakses informasi, tetapi juga bagi para pelajar yang kini semakin bergantung pada internet untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Tidak jarang anak-anak SMP dan SMA terpaksa ikut memanjat pohon atau mencari lokasi tinggi agar bisa mendapatkan sinyal demi mengerjakan pekerjaan rumah mereka.
“Sekarang kan banyak tugas sekolah yang butuh internet. Pelajar juga ikut memanjat pohon, terutama anak-anak SMP dan SMA,” lanjut Hadi.
Menurutnya, metode menggantung ponsel dengan alat bantu seperti kayu atau bambu tinggi menjadi cara alternatif warga. Meski berisiko, hal ini tetap dilakukan karena kebutuhan mendesak, baik untuk pendidikan, komunikasi, maupun hal-hal darurat.
“Tentu ini sangat berisiko, tapi karena kebutuhan dan keterpaksaan, warga tetap lakukan,” katanya prihatin.
BACA JUGA:BMKG: Lima Wilayah Ini Mulai Masuki Musim Kemarau Mei 2025, Masyarakat Diminta Waspada
Pemerintah desa pun tidak tinggal diam. Berkali-kali mereka telah mengajukan proposal pembangunan menara pemancar sinyal (tower provider) kepada Pemerintah Kabupaten Musi Rawas. Sayangnya, hingga kini belum ada tanda-tanda realisasi dari usulan tersebut.
“Kami sudah usulkan sejak lama. Harapan kami, pemerintah bisa lebih perhatian karena ini menyangkut kebutuhan dasar warga di zaman digital seperti sekarang,” tegasnya.
Hadi menekankan bahwa akses terhadap jaringan telekomunikasi sudah menjadi kebutuhan vital. Lebih dari sekadar kemudahan komunikasi, sinyal internet kini menjadi tulang punggung dalam dunia pendidikan, layanan publik, hingga keselamatan warga dalam kondisi darurat.
BACA JUGA: KAI Berikan Potongan Harga Tiket hingga 50 Persen, Apa Saja Syaratnya
“Warga ingin hidup setara dengan desa lain. Jangan sampai kami terus tertinggal hanya karena tidak punya sinyal,” tutupnya penuh harap.
Kisah warga Desa Binjai menjadi potret nyata ketimpangan akses digital di Indonesia. Di era serba daring seperti sekarang, konektivitas bukan lagi kemewahan, melainkan hak dasar yang harus dijamin negara untuk seluruh rakyatnya, tanpa terkecuali.
BACA JUGA:Presiden Prabowo Apresiasi Kepemimpinan Herman Deru dalam Dorong Produksi Pangan Sumsel
Sumber: