Akibatnya, kreativitas dalam desain game menjadi terbatas oleh keinginan untuk menghasilkan game yang dapat dijual dengan baik.
2. Biaya Pengembangan yang Melonjak
Layden juga menyoroti meningkatnya biaya produksi game sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kurangnya inovasi.
Menurutnya, pengembangan game AAA saat ini membutuhkan anggaran yang sangat besar, bahkan bisa mencapai ratusan juta dolar. Dengan biaya yang begitu tinggi, pengembang dan penerbit cenderung lebih berhati-hati dan menghindari risiko yang mungkin bisa membuat mereka merugi.
BACA JUGA:Harga Mulai Rp 2 Jutaan, Advan Rilis Laptop Tbook Terbaru
Dalam kondisi ini, kreativitas sering kali dikorbankan demi kepastian kesuksesan finansial. Alih-alih membuat game yang benar-benar baru atau eksperimental, pengembang lebih memilih membuat sekuel atau spin-off dari game-game yang sudah populer.
3. Maraknya Game-as-a-Service
Layden juga menyinggung maraknya model game-as-a-service (GaaS) sebagai salah satu penyebab stagnasi kreativitas.
Model ini mendorong pengembang untuk merilis game yang terus diperbarui dalam jangka waktu lama, dengan fokus pada penjualan konten tambahan seperti skin, senjata, atau ekspansi.
Meskipun model ini berhasil menghasilkan pendapatan berkelanjutan, pendekatan ini sering kali membuat game terasa lebih repetitif dan kurang inovatif.
Game dengan format GaaS cenderung memiliki desain permainan yang difokuskan pada daya tahan dan monetisasi daripada kreativitas atau kualitas naratif.
Akibatnya, meski pemain tetap terhibur, pengalaman bermain sering kali tidak seberagam atau semenarik game yang lebih fokus pada cerita dan eksplorasi mekanisme baru.
4. Kekurangan Proyek Indie yang Mendapatkan Sorotan