One Battle After Another: Aksi Distopia yang Brutal, Elegan, dan Penuh Makna
One Battle After Another: Aksi Distopia yang Brutal, Elegan, dan Penuh Makna--ist
SILAMPARITV.CO.ID - One Battle After Another bukan sekadar film aksi biasa. Di tangan sineas sekaliber Paul Thomas Anderson, film ini menjadi kanvas megah yang memadukan sinema politik, drama keluarga, dan kritik sosial dalam satu paket yang menggelegar. Tak heran jika karya ini langsung digadang-gadang sebagai salah satu film aksi paling berani dan otentik dalam dekade terakhir.
Film ini tak hanya menyuguhkan ledakan dan konflik fisik, melainkan juga pertempuran ideologis, moral, dan batin yang menohok. Anderson menampilkan narasi yang sarat lapisan—keras di luar, namun menyimpan kelembutan dan luka di dalamnya.
BACA JUGA:Review Death Whisperer 3: Kembali dengan Teror, Sekuat Apa Sekuel Ketiga Ini?
BACA JUGA:Mengenal Menoreksia: Gangguan Makan yang Mengintai Perempuan Paruh Baya
Sinopsis: Pertempuran Tak Pernah Usai
Cerita berpusat pada Bob Ferguson (diperankan dengan sangat intens oleh Leonardo DiCaprio), mantan pejuang revolusioner dari kelompok radikal French 75 yang telah memilih jalan damai. Ia kini hidup tenang di kota kecil, menjalani hidup sederhana bersama istrinya Perfidia Beverly Hills (Teyana Taylor) dan putri mereka, Willa (Chase Infiniti).
Namun, kedamaian itu mulai runtuh ketika Kolonel Steven J. Lockjaw (Sean Penn), musuh bebuyutan dari masa lalu, bangkit sebagai figur publik berpengaruh dengan agenda fasis yang mengancam tatanan kebebasan. Bob dihadapkan pada pilihan sulit: tetap bersembunyi atau kembali bertarung untuk melindungi keluarganya—dan idealismenya.
Satu demi satu, Bob harus menghadapi masa lalu, politik kotor, dan realita bahwa dalam dunia modern, tidak semua perjuangan berakhir dengan kemenangan.
Sinematik dan Penyutradaraan: Elegan Tapi Brutal
Sebagaimana ciri khas Paul Thomas Anderson, One Battle After Another tak sekadar menyuguhkan adegan aksi, tapi menghadirkannya dengan koreografi visual yang nyaris seperti balet kekerasan. Gambar-gambarnya elegan, simetris, dan kaya makna. Penggunaan pencahayaan yang kontras serta tata suara yang presisi menciptakan atmosfer yang mencekam dan tak mudah dilupakan.
Setiap frame dalam film ini terasa hidup dan punya fungsi naratif. Kamera bergerak dengan ritme yang tenang namun tajam, menyusup masuk ke dalam psikologi karakter dan menelanjangi kepalsuan dunia yang mereka tinggali.
BACA JUGA:REVIEW KANG SOLAH FROM KANG MAK X NENEK GAYUNG: LEBIH KOMIKAL, LEBIH EMOSIONAL, LEBIH BERNYAWA
BACA JUGA:Misteri Mayat Pria di Sekayu, Ditemukan Tertelungkup di Dalam Corong Perangkap Ikan.
Sumber: