One Battle After Another: Aksi Distopia yang Brutal, Elegan, dan Penuh Makna
One Battle After Another: Aksi Distopia yang Brutal, Elegan, dan Penuh Makna--ist
Akting: DiCaprio Kembali Menunjukkan Kelasnya
Leonardo DiCaprio tampil prima sebagai pria yang terjebak dalam pertempuran lama yang tak kunjung selesai. Ia membawa nuansa emosi yang kompleks: marah, takut, cinta, dan bersalah, semuanya dalam satu tarikan napas. Perannya sebagai Bob Ferguson tak hanya menghidupkan karakter, tapi juga menjadi representasi dari rakyat yang lelah melawan tapi tak bisa berhenti bermimpi tentang perubahan.
Sean Penn sebagai Lockjaw tampil mengerikan, karismatik, dan manipulatif. Ia menjadi simbol otoritarianisme modern yang merayap perlahan, menghipnotis publik dengan janji keamanan palsu.
Penampilan Teyana Taylor dan Chase Infiniti juga tidak kalah mencuri perhatian. Keduanya menyuntikkan sisi emosional yang menjadikan film ini lebih dari sekadar pertarungan fisik—mereka memberi makna pada alasan mengapa Bob harus kembali bertarung.
BACA JUGA:Tips untuk Pemula yang Baru Mulai Olahraga di Gym: Panduan Aman dan Efektif Membangun Kebugaran
BACA JUGA:Review The Strangers: Chapter 2 – Ketegangan Meningkat, Teror Masih Tertahan
Naskah dan Pesan: Tajam, Kelam, Tapi Penuh Harapan
Anderson menyisipkan berbagai isu sosial dan politik yang sangat relevan dengan kondisi dunia saat ini. One Battle After Another adalah refleksi distopia dari kenyataan yang sudah sangat dekat dengan kita: negara polisi, propaganda media, kontrol politik, dan penghancuran kebebasan individu atas nama stabilitas.
Meski terdengar berat, film ini tidak pernah terasa menggurui. Anderson tahu bagaimana cara menyampaikan pesan tanpa kehilangan nilai sinematiknya. Dan di tengah semua kegelapan itu, ia tetap menyelipkan satu hal yang membuat film ini terasa manusiawi: harapan.
BACA JUGA:seberapa Efektif Produk Makeup dengan SPF Menangkal Sinar UV? Ini Faktanya!
- Kesimpulan: Film Aksi yang Jarang Ditemui
- One Battle After Another bukan film untuk semua orang. Ia menuntut perhatian penuh, refleksi, dan kesabaran. Tapi bagi mereka yang siap menerima lebih dari sekadar ledakan dan peluru, film ini adalah hadiah: sebuah karya yang membuktikan bahwa genre aksi bisa sangat dalam, menyakitkan, indah, dan relevan.
Ini adalah pertempuran tentang pilihan moral, tentang warisan yang ditinggalkan pada generasi berikutnya, dan tentang harga yang harus dibayar untuk mempertahankan apa yang benar. Sebuah karya yang menjadikan aksi sebagai bahasa seni, bukan sekadar hiburan kosong.
BACA JUGA:10 Gejala Awal Kerusakan Hati yang Sering Diabaikan, Waspadai Sebelum Terlambat!
BACA JUGA:Prabowo Subianto Hadiri KTT Perdamaian Gaza, Indonesia Dukung Upaya Akhiri Perang di Timur Tengah.
Sumber: