Menteri Kesehatan RI: Tren Penggunaan Rokok di Indonesia Masih Tinggi, Termasuk Rokok Elektrik
Menteri Kesehatan RI: Tren Penggunaan Rokok di Indonesia Masih Tinggi, Termasuk Rokok Elektrik--
SILAMPARITV.CO.ID - Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan bahwa tren penggunaan rokok di Indonesia masih sangat tinggi, termasuk rokok konvensional dan rokok elektrik. "Penggunaan keduanya meningkat.
Di Indonesia, saya melihat ada peningkatan," ujar Budi saat Acara Puncak Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2024 di Kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI), Jakarta, Selasa (4/6/2024).
Meskipun terdapat sedikit penurunan, data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) oleh Kemenkes RI pada 2023 memperkirakan jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 70 juta orang, termasuk perokok dewasa dan anak-anak.
Data tersebut juga menunjukkan bahwa kelompok usia 10 hingga 18 tahun mengalami peningkatan jumlah perokok tertinggi, yakni 7,4 persen. Secara lebih rinci, kelompok usia 15 hingga 19 tahun memiliki persentase perokok terbanyak sebesar 56,5 persen, diikuti oleh kelompok usia 10 hingga 14 tahun dengan 18,4 persen.
BACA JUGA:5 Budaya Indonesia yang Membuat Kita Bersyukur Tinggal di Indonesia
Selain itu, pengguna rokok elektrik di kalangan remaja juga meningkat dalam empat tahun terakhir. Berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2021, prevalensi penggunaan rokok elektrik mencapai tiga persen.
Untuk mengurangi jumlah perokok muda yang terus meningkat, Budi menyatakan bahwa pemerintah akan segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebelum tenggat waktu Agustus 2024. "Semoga bulan ini bisa keluar (RPP Kesehatan). InsyaAllah, Bapak Presiden segera mengesahkannya. Iya, bulan ini," kata Budi.
Budi menjelaskan bahwa RPP Kesehatan akan mengatur penggunaan rokok konvensional dan rokok elektrik, promosi rokok melalui papan iklan, serta jam tayang iklan rokok.
Selain itu, dia juga mendorong Pemerintah Daerah untuk ikut serta dalam mengurangi jumlah perokok muda. "Peraturan rokok termasuk rokok elektronik akan diatur, termasuk ukuran iklan di billboard dan jam tayang," ungkap Budi.
BACA JUGA:Mengulik Keindahan Banda Neira Destinasi Liburan yang Sempurna
Budi juga menyinggung bahwa pengguna rokok di Indonesia menyebabkan kerugian negara sebesar triliunan rupiah, jauh lebih besar daripada pendapatan dari Bea Cukai.
"Beban kesehatan akibat penyakit paru kronis lebih besar daripada pendapatan dari Bea Cukai," tegas Budi.
Secara rinci, Budi mengungkapkan bahwa Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), yang sebagian disebabkan oleh polusi asap rokok, menghabiskan anggaran kesehatan lebih dari Rp10 triliun.
Jumlah tersebut baru berdasarkan catatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). "PPOK akibat dari polusi kemarin mungkin di atas Rp10 triliun, dan itu yang tercatat di BPJS, belum termasuk dari yang di luar BPJS," jelasnya.
Sumber: