HEBOH!!! Kontroversi Pernikahan Beda Agama Perspektif Hukum Islam dan Respons Publik

HEBOH!!! Kontroversi Pernikahan Beda Agama Perspektif Hukum Islam dan Respons Publik

--

SILAMPARITV.CO.ID - Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis, menggebrak dengan penegasannya bahwa menurut hukum Islam, pernikahan beda agama tidak sah dan dianggap sama dengan perbuatan zina.

Pernyataan ini mencuat dalam konteks pernikahan kontroversial antara Rizky Febian dan Mahalini yang menuai beragam tanggapan dari masyarakat, terutama dari kalangan warganet.

Dalam keterangan resminya, KH M Cholil Nafis dengan tegas menyatakan bahwa menurut ajaran Islam, pernikahan antara dua orang yang berbeda agama tidak sah. "Perkawinan beda agama itu saat hubungan suami istri sama dengan berzina menurut ajaran Islam," ungkapnya dengan sungguh-sungguh.

BACA JUGA:Apa Saja Penyakit yang Tidak Ditanggung BPJS Tahun 2024? Simak Berikut!

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pemerintah hanya bertugas mencatat pernikahan tersebut, bukan mengesahkan akad nikahnya.

Hal ini tentu saja menciptakan kebingungan di kalangan masyarakat, terutama yang merayakan pernikahan beda agama dengan keyakinan bahwa hal tersebut sah di mata hukum.

Pernyataan KH M Cholil Nafis ini seolah menjadi sorotan bagi banyak kalangan, termasuk di antaranya adalah para pengguna media sosial.

Banyak dari mereka yang secara langsung mengarahkan perhatian kepada Sule sebagai orang tua, dengan mengingatkannya agar berhati-hati dalam memberikan restu terhadap pernikahan beda agama, sebagaimana yang terjadi dalam kasus Rizky Febian dan Mahalini.

Mereka memahami bahwa hal ini berkaitan erat dengan syariat Islam yang harus dijalankan.

BACA JUGA:Kecelakaan Beruntun Melibatkan 6 Mobil di Tol Jakarta-Tangerang Km 19 Arah Tomang

Namun, di tengah sorotan tersebut, muncul juga suara-suara yang mempertanyakan relevansi pandangan KH M Cholil Nafis dalam konteks kehidupan beragama yang plural di Indonesia.

Mereka menyoroti bahwa Indonesia adalah negara dengan beragam keyakinan dan budaya, dan mungkin saja pandangan tersebut tidak selalu relevan dengan realitas sosial yang ada.

Sejumlah pakar agama dan hukum juga turut bersuara dalam perdebatan ini. Mereka menekankan pentingnya memahami konteks sosial dan budaya dalam menafsirkan hukum agama.

Beberapa di antara mereka menyoroti bahwa sementara hukum Islam memang memiliki pandangan tertentu terkait pernikahan beda agama, namun hal ini harus dilihat dalam konteks yang lebih luas, termasuk toleransi antaragama yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.

Sumber: