Keluhan Mitra PT Pos Indonesia Terkait Jam Kerja yang Tidak Manusiawi dan Pengupahan yang Rendah, Direktur Uta

Keluhan Mitra PT Pos Indonesia Terkait Jam Kerja yang Tidak Manusiawi dan Pengupahan yang Rendah, Direktur Uta

Keluhan Mitra PT Pos Indonesia Terkait Jam Kerja yang Tidak Manusiawi dan Pengupahan yang Rendah, Direktur Uta--ist

SILAMPARITV.CO.ID - Direktur Utama PT Pos Indonesia (Persero) Faizal Rochmad Djoemadi akhirnya memberikan tanggapan atas keluhan yang disampaikan oleh mitra kerja perusahaan terkait kondisi jam kerja yang dianggap tidak manusiawi dan pengupahan yang rendah. Faizal menyatakan akan segera mencari solusi terbaik untuk mengatasi masalah tersebut demi menjaga hubungan kemitraan yang baik dan mengutamakan kepentingan bisnis Pos Indonesia.

Keluhan-keluhan ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang berlangsung di Komisi VI DPR RI pada Senin (10/2/2025). Dalam kesempatan itu, Faizal berjanji pihaknya akan lebih memperhatikan masukan-masukan yang diberikan oleh anggota dewan dan mitra Pos Indonesia. "Tentu saja seluruh masukan yang disampaikan anggota dewan, terutama terkait kemitraan, akan kami perhatikan. Kami akan carikan solusi terbaik agar keluhan tersebut berkurang, dan mitra-mitra kami tetap bekerja sama dengan Pos Indonesia demi kepentingan bisnis bersama," ujar Faizal.

BACA JUGA:Haruskah Air Rebusan Mi Instan Diganti Sebelum Dikonsumsi? Ini Faktanya

BACA JUGA:Heboh Kabar Goa Pamijahan Bisa Tembus ke Mekkah, Mitos atau Fakta?

Keluhan terkait pengelolaan karyawan mitra ini diajukan oleh Serikat Pekerja Aspek Indonesia. Presiden Dewan Pusat Federasi Serikat Pekerja Aspek Indonesia, Gofur, mengungkapkan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para pekerja mitra PT Pos Indonesia. Salah satu keluhan utama yang disampaikan adalah mengenai kontrak kerja tahunan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Gofur menyatakan bahwa saat kontrak kerja diputus, para pekerja mitra tidak mendapatkan pesangon atau hak-hak lainnya yang seharusnya mereka terima sesuai dengan hukum ketenagakerjaan yang berlaku. "Saat kontrak kerja diputus, tidak ada serupiah pun yang didapat oleh pekerja mitra Pos Indonesia," ujar Gofur dengan nada kecewa.

Selain itu, keluhan kedua yang disampaikan terkait jenis pekerjaan yang dilakukan oleh para pekerja mitra, yang sejatinya merupakan bagian dari bisnis utama PT Pos Indonesia dan juga dilakukan oleh pegawai organik. Hal ini memunculkan ketidakadilan, karena pekerjaan yang mereka lakukan sama dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai tetap atau organik, namun dengan imbalan yang jauh lebih rendah. Gofur juga menyoroti masalah jaminan sosial yang tidak diberikan kepada pekerja mitra, seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Menurutnya, pekerja mitra tidak mendapatkan perlindungan yang seharusnya mereka terima sebagai pekerja formal.

BACA JUGA:Pelatih PSMS Akui Ketangguhan Sriwijaya FC Usai Kalah 0-1 di Jakabaring

BACA JUGA:Sederet Fakta Pernikahan Angga Yunanda dan Shenina Cinnamon yang Mengejutkan Publik

Permasalahan lainnya yang turut disampaikan adalah terkait dengan Tunjangan Hari Raya (THR) yang seharusnya menjadi hak bagi pekerja. Gofur mengungkapkan bahwa THR yang diterima oleh pekerja mitra hanya berasal dari belas kasihan karyawan organik yang secara sukarela mengumpulkan sebagian THR mereka. Besaran THR yang diterima oleh para pekerja mitra ini sangat kecil, hanya sekitar Rp 50.000 hingga Rp 100.000 per orang. "THR yang didapat oleh pekerja mitra hanya berasal dari belas kasihan karyawan organik yang mengumpulkan sebagian THR mereka. Besaran THR yang kami terima dari iuran itu hanya berkisar Rp 50.000-100.000 per orang," terang Gofur.

Salah satu keluhan terbesar yang ditekankan dalam rapat tersebut adalah masalah pengupahan. Menurut Gofur, sistem pengupahan yang diterapkan oleh PT Pos Indonesia sangat tidak adil, di mana pembayaran upah dihitung berdasarkan jumlah antaran, transaksi mitra loket, dan penjemputan paket bagi mitra mobile. Akibatnya, penghasilan pekerja mitra sangat bergantung pada jumlah pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam sebulan. Rata-rata penghasilan yang diterima oleh pekerja mitra PT Pos Indonesia berkisar antara Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per bulan, yang jauh di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) di daerah masing-masing. "Jika jam kerja 200 jam tidak terpenuhi, maka upah tersebut dipotong sebagai denda," ujar Gofur.

BACA JUGA:Perkuat Tugas Pokok dan Fungsi Pengamanan, Kalapas Lubuklinggau Pimpin Rapat Dinas Pengamanan

BACA JUGA:Tingkatkan Imunitas Tubuh, Lapas Lubuklinggau Jalan Santai bersama

Melihat berbagai keluhan yang disampaikan oleh pekerja mitra, Faizal Rochmad Djoemadi menyadari bahwa kondisi ini tidak ideal dan berkomitmen untuk mencari solusi terbaik. "Kami akan berusaha mencari jalan keluar yang terbaik, baik dari segi perbaikan pengupahan maupun kondisi kerja. Kami juga akan memastikan bahwa mitra kami mendapatkan hak-hak yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tanpa merugikan kedua belah pihak," tegas Faizal.

Di sisi lain, Gofur berharap agar PT Pos Indonesia dapat segera merealisasikan perbaikan dalam sistem pengupahan dan perlindungan sosial bagi pekerja mitra. Ia juga menuntut agar pemerintah turut memantau dan mengawasi praktek-praktek yang merugikan pekerja ini agar tidak terus berlanjut.

Isu ini menjadi sorotan penting dalam pertemuan tersebut karena berkaitan langsung dengan kesejahteraan ratusan ribu pekerja mitra PT Pos Indonesia yang selama ini telah bekerja keras untuk mendukung operasional perusahaan.

BACA JUGA:Jalin Sinergitas, Kalapas Lubuklinggau Lakukan Koordinasi dan Silahturahmi dengan Ketua PN Lubuklinggau

BACA JUGA:Lapas Lubuklinggau Ikuti Kegiatan Penguatan Kehumasan terkait Etika Penggunaan Media Sosial bagi ASN

Sumber: