Hadir Sejak Abad ke-12 M, Ini dia Sejarah Aksara Ulu di Lubuk Linggau

Hadir Sejak Abad ke-12 M, Ini dia Sejarah Aksara Ulu di Lubuk Linggau

ilustrasi aksara ulu di Lubuklinggau--Silampari TV

Meski memiliki kesamaan, namun masing-masing cara penulisannya memiliki variabilitas dan keistimewaan aksara yang berbeda-beda tergantung daerah asalnya.

Secara umum, tradisi penulisan yang dikembangkan di dalam negeri kebanyakan menggunakan aksara Ulu dan biasanya yang lokal.

BACA JUGA:Pj Wako Ikuti Rakor Pengendalian Inflasi Via Zoom Meeting, 184 Kabupaten/Kota Mengalami Kenaikan IPH

Bahasa Misalnya aksara Pasemah menggunakan bahasa Pasemah, aksara Komering menggunakan bahasa Komering, dan aksara Ogan menggunakan bahasa Ogan.

Dengan demikian, aksara Ulu dikenal dengan nama yang berbeda-beda di setiap daerah, seperti huruf Komering, huruf Ogan, huruf Rejang, huruf Pasemah, dan lain-lain.

Di Sumatera Selatan, penyebaran Aksara Ulu relatif merata di seluruh wilayah uluan, termasuk di daerah Lahat, Pagaralam, Musi Rawas, Musi Banyuasin, Banyuasin, PALI, Lubuklinggau, MuaraEnim, Prabumulih, Ogan Komering Ilir, Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ulu Timur, dan Ogan Komering Ulu Selatan. 

Keberadaan aksara ini menunjukkan bahwa peradaban di daerah pedalaman atau huluan sungai di Sumatera Selatan telah memiliki tradisi intelektualisme yang cukup tinggi.

BACA JUGA:Seorang Istri di Lubuklinggau Dihajar Suami Karena Tak Ada Lauk

Di Lubuk Linggau, tidak terlepas dari temuan naskah bertuliskan Aksara Ulu. Naskah tersebut berupa bilah bambu disebut Glumpay, berjumlah 8 keping dan berbahasa Melayu ditemukan di Situs Purbakala Ulak Lebar. 

Naskah yang telah menjadi koleksi Filologika di UPTD Museum Negeri Sumatera Selatan di Kota Palembang dengan nomor registrasi 1448, dan nomor inventaris 07.42 berkisah tentang perjalanan biksu suci ke daerah pedalaman dengan berbagai rintangan dan hambatan yang harus dihadapi. Dalam naskah ini juga menyebut nama 'Bangsa Pat'.

Sumber: