Prabowo Rencana Tambah Sawit di Papua Tuai Kritik, Pengamat Soroti Dampak Ekologis
Prabowo Rencana Tambah Sawit di Papua Tuai Kritik, Pengamat Soroti Dampak Ekologis--ist
Bahkan, Sawit Watch mencatat sekitar 75.308 hektare kebun sawit di Papua berada di kawasan hutan primer, wilayah konservasi, serta habitat burung cenderawasih. Pembukaan lahan baru dinilai akan menghancurkan ekosistem penting secara permanen.
BACA JUGA:Bus Tujuan Medan Terbakar Hebat di Muratara, Dugaan Api Berasal Dari Mesin
BACA JUGA:Aero Sutan Aswar Raih Emas SEA Games 2025 Meski Minim Dukungan, Bertarung Dengan Jetski Sewaan
Tak hanya berdampak ekologis, keberadaan industri sawit juga dinilai menimbulkan persoalan sosial yang serius. Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Almonika Cindy Fatika Sari, menyebut ekspansi sawit berpotensi membentuk kemiskinan struktural baru bagi masyarakat adat Papua.
Dalam penelitiannya di Merauke dan Boven Digoel, Almonika menemukan bahwa masyarakat adat kehilangan dusun sagu, ruang berburu, serta sumber pangan tradisional akibat alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit. Warga setempat akhirnya harus membeli sagu atau bergantung pada bantuan keluarga.
Selain itu, janji perusahaan sawit untuk menyediakan lapangan kerja dinilai tidak sepenuhnya menyejahterakan. Banyak pekerja lokal tidak memiliki kontrak kerja yang jelas, jaminan keselamatan, maupun kepastian pendapatan.
“Ini membentuk sistem kemiskinan struktural. Upah yang dijanjikan memiliki syarat dan ketentuan, sehingga masyarakat kerap terjebak utang,” jelas Almonika.
BACA JUGA:Saat Kunjungan Menjadi Ruang Berbagi, Muara Beliti Menebar Kepedulian
BACA JUGA:Lapas Narkotika Muara Beliti Selenggarakan Haflah At-Takharruj Pesantren Warga Binaan
Sementara itu, sejumlah kepala daerah di Papua menyatakan dukungan terhadap program strategis nasional tersebut. Ketua Asosiasi Gubernur se-Tanah Papua sekaligus Gubernur Papua Tengah, Meki Fritz Nawipa, menegaskan kesiapan daerahnya untuk mendukung kebijakan pemerintah pusat.
Meski demikian, para pengamat menilai pemerintah seharusnya mengutamakan intensifikasi lahan sawit yang sudah ada, bukan membuka lahan baru. Ketua Konsorsium Biologi Indonesia, Budi Setiadi Daryono, menegaskan bahwa kebutuhan energi nasional dapat dipenuhi tanpa harus mengorbankan hutan Papua.
BACA JUGA:Aroma Kopi, Nada Sinergi: Pagi Pegawai Muara Beliti Dirajut dalam Kebersamaan
BACA JUGA:Wujudkan ASN Berintegritas, Lapas Narkotika Kelas IIA Muara Beliti Laksanakan Upacara Bela Negara
“Intensifikasi adalah kunci, bukan ekstensifikasi. Papua adalah benteng terakhir biodiversitas Indonesia,” tegasnya.
Hingga kini, pemerintah belum memerinci lokasi pasti penambahan perkebunan sawit di Papua. Namun, polemik ini menjadi pengingat penting bahwa pembangunan ekonomi perlu berjalan seimbang dengan perlindungan lingkungan dan hak-hak masyarakat adat.
Sumber: