Fenomena Bendera One Piece Mengingatkan Kebijakan Gus Dur Soal Bintang Kejora.
Fenomena Bendera One Piece Mengingatkan Kebijakan Gus Dur Soal Bintang Kejora--ist
SILAMPARITV.CO.ID - Fenomena pemasangan bendera One Piece yang marak belakangan ini menimbulkan perdebatan publik dan mengingatkan pada kebijakan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), terkait pengibaran Bintang Kejora di Papua pada akhir 1999 hingga awal 2000.
BACA JUGA:Biaya Film Kartun Merah Putih One For All Diduga Tembus Rp. 6,7 Miliar, Hasilnya Dicibir Publik.
BACA JUGA:Api Cemburu Berujung Maut, Suami Baru Dibacok Hingga Tewas di OKU.
Jika pemerintah saat ini melihat pemasangan bendera non-merah putih berpotensi sebagai tindakan pidana, Gus Dur justru mengambil pendekatan yang berbeda: membolehkan pengibaran Bintang Kejora sebagai bentuk ekspresi budaya dan identitas masyarakat Papua, selama bendera Merah Putih tetap berkibar sebagai lambang negara.
BACA JUGA:Pakai Wig ke Pasar, Pelaku Curanmor di Lubuklinggau Tetap Kena Batunya.
BACA JUGA:70% Uang Judi Online Terbang ke Luar Negeri, Ekonomi Nasional Terkuras.
Sikap Pemerintah Saat Ini
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan, menegaskan bahwa pemasangan bendera selain Merah Putih yang berpotensi merendahkan simbol negara bisa dikenakan konsekuensi pidana.
BACA JUGA:PLN Hadirkan Diskon Tambah Daya 50% Sambut HUT ke-80 RI
BACA JUGA:5 Ribu Orang Padati “BRI Taipei Teman Seperjuangan PMI”, Sambut Mitra Finansial Tanah Air di Taiwan
"Ini adalah upaya kami untuk melindungi martabat dan simbol negara," ujarnya, Jumat (1/8/2025).
Pemerintah menekankan bahwa tindakan hukum akan diambil jika pemasangan bendera tersebut disertai niat memprovokasi atau merusak kehormatan negara.
BACA JUGA:PLN Apresiasi Pelanggan Sektor Industri, Sukses Dorong Ekonomi Hijau Nasional
BACA JUGA:AgenBRILink Dekatkan Akses Layanan Keuangan bagi Petani di Kabupaten Gowa
Pendekatan Humanis ala Gus Dur
Berbeda dengan kebijakan saat ini, Gus Dur memandang Bintang Kejora bukan semata simbol separatisme, melainkan bagian dari ekspresi budaya lokal Papua. Ia membandingkan bendera ini dengan bendera-bendera daerah di wilayah lain Indonesia yang tidak selalu bermakna politis.
BACA JUGA:Buruh Jahit di Pekalongan Kaget Dapat Tagihan Pajak Rp. 2,8 Miliar, Petugas Pajak Ikut Bingung.
Kisah yang cukup terkenal adalah ketika Menkopolhukam Wiranto melaporkan soal pengibaran Bintang Kejora, Gus Dur hanya bertanya:
“Apakah Merah Putih masih berkibar?”
Setelah dijawab “masih”, Gus Dur dengan santai menanggapi,
“Ya sudah, anggap saja Bintang Kejora itu umbul-umbul.”
BACA JUGA:Super Tega! Ayah di Ciputat Habisi Anak 4 Tahun Gara-Gara Disebut Kasar
BACA JUGA:5 Pekerjaan Ideal untuk Penggemar Menggambar
Pendekatan ini diambil untuk membangun rasa saling percaya antara masyarakat Papua dan pemerintah pusat, serta meredam potensi konflik dengan mengakui identitas budaya mereka.
BACA JUGA:Blind Box: Estetika, Sensasi, dan Kapitalisme Emosional
BACA JUGA:3 Tim Free Fire dari Indonesia Lolos Grand Final Esports World Cup 2025
Dialog dan Rekonsiliasi
Pada kunjungan ke Papua, 30 Desember 1999, Gus Dur mengadakan dialog terbuka di Jayapura, mengembalikan nama Papua (yang sebelumnya diganti menjadi Irian Jaya oleh Orde Baru), dan mengizinkan Bintang Kejora dikibarkan di bawah Merah Putih.
BACA JUGA:Pedagang Sayur Ditampar dan Diancam Pria Ngaku Aparat Gegara Kibarkan Bendera One Piece
BACA JUGA:Infinix GT 30 Resmi Diluncurkan, HP Gaming Murah dengan Tombol GT Trigger
Menurut putrinya, Alissa Wahid, kebijakan ini bukan bentuk dukungan terhadap pemisahan diri, melainkan agar rakyat Papua merasa aman mengekspresikan identitas budayanya tanpa takut, sehingga tumbuh kecintaan terhadap Indonesia dari dalam.
BACA JUGA:7 Tips Mengatasi HP Lemot Dengan Mudah, Bebas Hang, Freeze, dan Nge-Lag.
BACA JUGA:Rahasia Diet Tanpa Olahraga: 10 Tips Efektif dan Aman untuk Turunkan Berat Badan
Setelah Era Gus Dur
Pasca lengsernya Gus Dur, kebijakan ini dihentikan. Pengibaran Bintang Kejora kembali dilarang, kecuali dalam konteks budaya dan tetap di bawah Merah Putih, sesuai ketentuan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua.
BACA JUGA:Parkir Masjid Agung As-Salam Lubuklinggau Dialihkan ke Alun-Alun Merdeka untuk Kurangi Kemacetan
BACA JUGA:Mie Gacoan Bayar Royalti Rp. 2,2 Miliar, Bisa Putar Lagu hingga Akhir 2025.
Meski menimbulkan pro-kontra, kebijakan Gus Dur menjadi contoh bagaimana dialog, pengakuan identitas, dan pendekatan humanis dapat menjadi alternatif dari tindakan represif dalam menjaga keutuhan NKRI.
BACA JUGA:Masjid Agung As-Salam: Simbol Kebanggaan dan Pusat Ibadah di Lubuklinggau
Sumber: