Rupiah Terjun Bebas Usai Libur Lebaran, Tembus Rp 17.000 per Dolar AS: Terendah Sepanjang Sejarah!

Rupiah Terjun Bebas Usai Libur Lebaran, Tembus Rp 17.000 per Dolar AS: Terendah Sepanjang Sejarah!--ist
SILAMPARITV.CO.ID - Setelah melewati masa libur panjang Idul Fitri 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menghadapi tekanan hebat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Berdasarkan data Bloomberg, pada Senin (7/4/2025) pukul 09.52 WIB, rupiah diperdagangkan di level Rp 16.941 per dolar AS, mendekati titik psikologis Rp 17.000 — angka yang menjadi level terendah sepanjang sejarah mata uang Garuda.
Bahkan, saat pembukaan perdagangan pagi itu, rupiah sempat dibuka di posisi Rp 16.898 per dolar AS di pasar spot. Ini menjadikan pelemahan rupiah menyalip rekor krisis moneter 1998, di mana saat itu nilai tukar sempat menyentuh kisaran Rp 16.650 per dolar AS.
Tekanan terhadap rupiah ini bukan tanpa sebab. Analis pasar dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyampaikan bahwa kondisi pasar global sedang diliputi sentimen risk-off yang kuat. Artinya, para investor tengah menarik diri dari aset berisiko, termasuk mata uang negara berkembang, dan beralih ke aset yang dianggap lebih aman atau safe haven.
“Sentimen risk-off masih sangat kuat dan berlanjut di pasar ekuitas. Mata uang-mata uang emerging yang masih melemah cukup besar pagi ini,” jelas Lukman dikutip dari Kontan.co.id.
BACA JUGA:Lewat UMKM EXPO(RT), BRI Bantu Pengusaha UMKM Aksesori Ini Dapatkan Akses Pasar di Kancah Global
Salah satu pemicu utama kondisi ini adalah ketegangan yang kembali memanas dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, secara tegas menegaskan bahwa kebijakan tarif tinggi terhadap sejumlah negara, termasuk China, akan tetap berlaku dalam waktu dekat. Hal ini memicu kekhawatiran di kalangan pelaku pasar akan semakin memburuknya hubungan dagang global.
“Tidak ada penundaan. Ini akan tetap berlaku untuk hari-hari dan minggu-minggu ke depan,” ujar Howard kepada The Wall Street Journal, Minggu (6/4/2025).
Sebagai respons, China langsung membalas dengan menetapkan tarif serupa sebesar 34 persen terhadap seluruh produk impor dari AS. Langkah balasan ini semakin mengobarkan eskalasi perang dagang yang sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir, terutama sejak kebijakan proteksionis digalakkan kembali oleh Presiden AS Donald Trump.
Di tengah ketidakpastian tersebut, Bank Indonesia (BI) disebut masih menjadi pemain kunci dalam menahan laju pelemahan rupiah. Intervensi aktif dari otoritas moneter Indonesia dianggap sebagai "benteng terakhir" untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
“BI diperkirakan akan terus mengintervensi, menjaga rupiah di bawah atau tidak jauh dari Rp 17.000,” imbuh Lukman.
Namun begitu, pelaku pasar kini mulai melirik mata uang safe haven seperti Franc Swiss (CHF) dan Yen Jepang (JPY) sebagai alternatif yang lebih aman. Berdasarkan data dari Trading Economics, pada Senin (7/4/2025) pukul 12.03 WIB, nilai tukar USD/CHF melemah 0,87% ke posisi 0,853 dolar AS per Franc, sementara USD/JPY turun 0,78% ke level 145,819 dolar AS per Yen.
Kondisi ini mencerminkan bahwa tekanan terhadap pasar mata uang global masih akan terus berlanjut dalam waktu dekat, seiring ketidakpastian geopolitik dan ekonomi dunia yang belum mereda. Indonesia, seperti banyak negara berkembang lainnya, kini berada dalam posisi siaga untuk menghadapi gejolak yang mungkin masih panjang.
BACA JUGA:Kunci Jawaban IPAS Kelas 6 SD Halaman 61 Kurikulum Merdeka: Panduan Belajar Soal Pertanyaan Esensial
Sumber: